Oleh: Nurhanifah
Inisiasi menyusui dini dapat meningkatkan angka harapan hidup pada bayi. Sayangnya praktiknya masih belum optimal di Indonesia.
Setelah dua puluh menit mencoba menyelamatkan sang bayi, dokter memutuskan untuk memberikan kabar duka padanya. Bayinya kini telah tiada. Sang dokter menyerahkan bayinya kepada Kate. Kemudian, Kate meletakkan bayinya di atas dada dengan kepala di lengannya sambil terus memeluknya.
Dalam dekapannya, Kate bercerita mengenai kehidupan yang akan ia jalani jika Jamie masih hidup. Pelukan selama dua jam ini ternyata membawa keajaiban bagi Jamie. Jamie terkaget, dan mulai bernapas teratur. “Aku berpikir, ya Tuhan apa yang terjadi, beberapa menit kemudian ia membuka matanya. Ia mengulurkan tangannya dan meraih jari saya dan menggerakkan kepalanya,” tutur Kate seperti dilansir dari detik.com.
Posisi bayi yang diterapkan Kate, merupakan posisi inisiasi menyusui dini (IMD). Harapannya dalam posisi tersebut sang bayi akan menjejak dan mencari payudara ibu untuk memperoleh air susu ibu (ASI). Inisiasi menyusui dini dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu.
Pelaksanaan IMD sebetulnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan sumber makanan terbaik sejak dilahirkan sampai berusia 6 bulan. Pasal 9 ayat (1) jelas mengatur Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama satu jam.
Selain itu, kematian bayi akibat hipotermia atau kedinginan justru bisa dicegah dengan proses ini. Sebab, dada ibu berfungsi sebagai pengatur suhu badan dan menghangatkan bayi. Hal ini bisa meningkatkan suhu tubuh pada bayi yang menjadikan angka kematian bayi menurun seperti disampaikan konselor laktasi dr Galih Linggar Astu.
Kemudian, IMD dapat mempercepat rangsangan kolostrum dalam ASI. Zat ini berfungsi sebagai pencegah kematian bayi kerena mengandung protein dan immunoglobulin sebagai antibodi, yang memberikan efek perlindungan pada bayi sampai usia 6 bulan pertama hidupnya.
Dalam produksi kolostrum, konsentrasi Imunoglobulin A (IgA), IgG, dan IgM semakin menurun di hari-hari berikut. Padahal, zat ini akan membentuk daya tahan tubuh terhadap infeksi sekaligus penting untuk pertumbuhan usus, di mana kolostrum akan membuat lapisan pelindung dan mematangkan dinding usus bayi serta membantu perkembangan usus bayi yang belum matang.
Proses tersebut membantu mencegah bayi mengalami infeksi, alergi, dan intoleransi terhadap makanan lain. Imunisasi pertama terhadap penyakit yang dihadapi bayi setelah dilahirkan didapatkan dari protein anti-infektif dan sel-sel darah putih. Kolostrum membantu mencegah infeksi bakteri berbahaya.
Kolostrum memiliki efek pencahar ringan, untuk membantu membersihkan usus bayi dari mekonium, yakni tinja pertama bayi yang berwarna kehitaman. Kemudian, membersihkan bilirubin dari usus, dan membantu mencegah bayi kuning. Kolostrum juga kaya akan vitamin daripada ASI matang, khususnya vitamin A. Vitamin ini membantu mengurangi tingkat keparahan infeksi yang mungkin dialami bayi baru lahir hingga mencegah potensi kematian.
Karen M Edmond,dkk (Pediatric Journal, 2005) melakukan penelitian di Ghana terhadap 10.947 bayi. Hasilnya, IMD menurunkan angka kematian neonatus (bayi yang baru lahir) hingga 22%.
ASI dan IMD
Dalam praktik di lapangan, proses IMD sulit dilakukan karena kurangnya pengetahuan petugas kesehatan. Umumnya, setelah lahir bayi akan dipisahkan dari ibu untuk dibersihkan dan ditimbang pada ruangan terpisah.
Padahal jika petugas kesehatan memiliki pengetahuan IMD, setelah lahir bayi langsung diletakkan dengan posisi tengkurap di dada atau perut ibu dengan kulit yang saling bersentuhan. Lalu, biarkan bayi bergerak untuk mencari sendiri puting susu ibunya.
Selain itu, kegagalan pelaksanaan ASI terjadi jika sang ibu sulit menghasilkan ASI. Sehingga petugas kesehatan memutuskan memberikan susu formula sebagai pengganti ASI. Padahal, bayi dapat bertahan selama 48 jam sebelum mengonsumsi ASI. Demikian diungkapkan oleh National Institude For Health and Clinical Excelence pada 2005.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan angka IMD di Indonesia di bawah satu jam kelahiran sebesar 29,3%. Angka ini memang mengalami kenaikan bila mengacu pada data Ruskesda 2013 sebesar 34,5%. Riskesda 2013 sebesar 34,5%.
Kenaikan ini sayangnya tak sejalan dengan cakupan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, dari hasil Riskesdas 2014 angka yang dicapai 52,3% sementara pada Riskesedas 2015 hanya mencapai 41,9%.
ASI dapat memenuhi sekitar 30-50% nutrisi yang dibutuhkan anak hingga berusia 23-24 bulan. Dimulai dengan melakukan IMD setelah bayi lahir. Pengetahuan petugas kesehatan dan masyarakat jadi kunci keberhasilan IMD dan pemberian ASI.