Oleh: M Januar
Pema USU kembali bernafas di tengah sekaratnya kekritisan mahasiswa. Seperti manusia yang baru saja bangun dari tidur panjangnya, Pema USU dinilai masih belum tahu apakah ini di dunia mimpi atau nyata. Harapan tak terlalu muluk, Pema USU bisa menjadi tempat aspirasi mahasiswa.
Mahasiswa USU baru saja memiliki pemerintahan mahasiswa (pema) yang beberapa hari lalu dilantik setelah ngaret beberapa bulan. Pasangan Mitra Nasution-Fajar Soefany terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Selama setahun kedepan mereka beserta kabinetnya akan berperan sebagai penampung aspirasi mahasiswa USU. Mereka juga diharapkan mampu berperan aktif dalam sebagai kontrol sosial di lingkungan kampus. Jangan hanya berperan seperti event organizer saja, seperti beberapa pema di tingkat fakultas.
Apresiasi tinggi untuk peserta Pemilihan Umum (pemilu) USU tahun ini. Meskipun dinilai hanya pepesan kosong saja, mereka tetap mencoba berperan pada momen yang katanya ‘pesta demokrasi’. Meskipun ada muatan politik tetapi dengan adanya Pema USU, saya yakin dunia kepedulian sosial di lingkungan kampus dapat meningkat. Keapatisan mahasiswa minimal terhadap permasalahan kampus diharapkan semakin berkurang.
Pema USU memiliki peran besar di tingkat universitas. Pema USU sendiri merupakan puncak dari tingkat organisasi di kampus, baik itu tingkat pema fakultas dan unit kegiatan mahasiswa. Meskipun sifatnya hanya sekadar berkoordinasi. Pema USU adalah pihak eksekutif dari segala aktifitas mahasiswa.
Untuk mencapai peran yang berat seperti itu, pertama kali hendaknya Pema USU melakukan komunikasi tingkat tinggi kepada seluruh elemen mahasiswa seperti organisasi mahasiswa sampai kepada mahasiswa tingkat individunya. Inilah merupakan tugas awal dari Pema USU untuk menjadikan Pema USU yang benar-benar dianggap ada oleh mahasiswa.
Tapi untuk tahap ini awal itu saja, saya pesimis. Misalnya, di tingkat Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) yang anggotanya terdiri dari setiap Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) saja tidak ada komunikasi yang jelas. KAM Rabbani sebagai KAM pemenang pada pemilu kali ini mengaku tidak dilibatkan dalam rapat internal MPMU. Begitu juga KAM Independen, pemeroleh suara terbanyak kedua. Sebuah ironi memang, seharusnya kedua KAM ini yang memiliki banyak kursi di MPMU merasa tidak dilibatkan. Kenapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya adalah tidak adanya komunikasi yang terbangun di antara mereka. Aneh, sesama mahasiswa saja merasa saling jaga gengsi.
Tak hanya di MPMU, jajaran pengurus Pema USU kali ini juga diisi oleh orang-orang dari tim pemenang saja. Saya ikut melihat pelantikan Pema USU lalu, sekitar 40-an nama-nama yang dipanggil, mereka adalah anggota dari tim pemenang saja. Ini adalah salah satu bentuk tidak adanya komunikasi di antara mereka. Memang ini bukan hal yang wajib untuk melibatkan tim pesaingnya ketika pemilu, tetapi ketika sudah memimpin mahasiswa setingkat universitas saya pikir perlu adanya keterlibatan pesaing untuk menjadi mitranya memimpin mahasiswa seluruh universitas di USU ini.
Banyak mahasiswa USU yang tidak tahu akan adanya Pema USU. Kenapa? Padahal uang mereka sendiri yang digunakan untuk mengadakan pemilu. Saya harap penjelasan di atas dapat menjawabnya.
Pema USU harus memberikan warna di lingkungan kampus. Mereka harus punya peran, jangan sampai tidak ada perbedaan ketika mahasiswa USU memiliki pemerintahan mahasiswa dengan kondisi saat mahasiswa USU tidak memiliki pemerintahan mahasiswa. Saya pikir, dengan meningkatkan komunikasi kepada mahasiswa Pema USU akan dianggap ada oleh mahasiswa.
Periode yang diberikan kepada Pema USU adalah satu tahun. Waktu yang singkat untuk seperti seorang manusia yang baru bangun dari tidur panjangnya. Banyak hal yang perlu dibenahi dalam diri Pema USU itu sendiri. Agar bisa berjalan, Pema USU harus mempunyai komitmen yang kuat untuk menjalankan roda pemerintahannya. Tak bisa dipungkiri kalau mahasiswa sudah apatis terhadap Pema USU.
Perlu diingat, sudah puluhan juta uang mahasiswa yang digunakan untuk menyelenggarakan pemilu kali ini. Sudah dua kali Pemilu USU mengalami kegagalan pada tahun 2008 dan 2010. Bila kita totalkan uang mahasiswa yang digunakan untuk menyelenggarakan pemilu adalah sekitar ratusan juta. Kini kita sudah satu tahap lebih baik, sudah ditetapkan siapa-siapa saja yang mengisi pemerintahan mahasiswa.
Jadi, saya harap Pema USU sadar dan dapat membayar lunas pengorbanan mahasiswa bukan dalam bentuk materi. Tetapi membayar lunas dengan penuh tanggung jawab akan peran mereka sebagai corong aspirasi mahasiswa. Semoga Pema USU tidak hanya sekadar dijadikan perpolitikan kampus saja. Sesungguhnya dalam hati nurani mahasiswa USU, kehadiranmu yang sesungguhnya sangat dinantikan.
*Penulis adalah Redaktur Pers Mahasiswa SUARA USU 2011 dan Mahasiswa Sastra Jepang 2008