Oleh: Widiya Hastuti
Banyak fenomena perilaku anak-anak yang menyimpang dari norma kesopanan masyarakat Indonesia, kemudian viral di media sosial. Belakangan disebut kids zaman now.
Istilah kids zaman nowkinitak asing lagi didengar. Dimedia sosial, video atau fotokids zaman now banyak beredar—menggambarkan perilaku anak-anak hingga remaja yang dianggap negatif dan melanggar norma kesopanan. Anak SD berpacaran atau siswa SMP merokok, misalnya.
Tak ada yang tahu pasti siapa yang pertama kali menggunakan istilah kids zaman now. Namun, hal ini cukup meresahkan banyak orang, terutama para orang tua.Lantas, apa penyebab kids zaman now menjadi kebiasaan remaja masa kini?
“Sikap masyarakat permisif,” ujar Harmona Daulay, Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, USU.
Permisif berarti bersifat terbuka, atau serba membolehkan dan mengizinkan. “Kita memberi kelonggaran atau mengiyakan yang jelek-jelek,” lanjutnya.
Menurut Harmona, hal ini sering terjadi pada masyarakat kota, dimana masyarakat akan mengganggap biasa atau membiarkan hal yang melanggar norma dilakukan. Perilakukids zaman nowdinilai dapat menyebabkan pergeseran pelaksanaan norma. Yaitu, kondisi dimana masyarakat menyimpang dari norma yang telah ada.
Kids zaman now sendiri merupakan perilaku generasi Z yang baru pada masyarakat dan dianggap bertentangan dengan generasi sebelumnya, X dan Y. Hal ini terjadi karena adanya gap generationataukesenjangan antargenerasi.
Penyebab gap ini adalah perbedaan zaman antargenerasi. Dalam fenomena kids zaman now, gen Z sebagai generasi muda dan gen X atau Y sebagai generasi tua tidak memiliki kesepakatan dalam berperilaku.
Perbedaan perilaku antargen sebenarnya memiliki konsep yang sama namun dengan bentuk berbeda. Pacaran, contohnya. Dilakukan gen Z maupun gen X namun dengan cara berbeda.
Gen X berpacaran dengan lebih tertutup seperti berkomunikasi menggunakan surat atau berbicara melalui jendela dengan batasan tertentu. Sedangkan generasi Z lebih terbuka bergandengan tangan dan berpelukan didepan umum, serta tidak segan-segan mengunggah foto di media sosial.
Selain sikap permisif, menurut Harmona agen sosial yang menyebabkan fenomena kids zaman now yaitu keluarga; pendidikan; teman; dan media sosial. Pada fase saat ini,media massa dan media sosial mengambil andil paling besar.
Media massa yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat, punya kekuatan untuk mem-framing (membingkai) pola pikir, lalu memberi hal baru yang berpengaruh pada perilaku. Misalnya kebiasaan pacaran yang dilakukan artis diekspos oleh televisi secara besar-besaran dalam film, sinetron, maupun tayangan infotainment.
Umumnya, media menayangkan gaya berpacaran artis dengan berpelukan atau berciuman didepan publik. Ditambah, tayangan media massa kini banyak dipengaruhi globalisasi, di mana pengaruh budaya barat turut masuk ke Indonesia.
Pada masyarakat barat perilaku ciuman didepan umum dan merokok merupakan hal wajar. Inilah yang diadopsi oleh gen Z dan kemudian dianggap sebagai hal biasa.
Harmona mengatakan kids zaman now juga biasanya bangga atas perilaku yang melanggar norma ini karena kebiasaan gaul, kekinian, dan eksis. Umumnya kids zaman now akan mengunggah perilakukanya kemedia sosial sehingga menjadi tren.
“Rasa malu mereka telah berubah menjadi rasa bangga,” ujarnya.
Teman dan lingkungan juga mempengaruhi perilaku kids zaman now. Umunya perilaku masyarakat dilakukan karena mengikuti teman.Ada steorotip jika tidak melakukan ini tidak gaul, tidak kekinian.
Pendidikan juga kurang menanamkan pengertian norma di Indonesia kepada generasi Z. Seharusnya sekolah menekankan perilaku yang tidak sesuai dengan norma di Indonesia. Melalui pelajaran agama atau pendidikan kewarganegaraan.
Harmona mengatakan trenkids zaman now dapat berhenti apabila mendapat penanganan dari semua pihak terutama agen sosial.“Bully juga dapat menghentikan trenperilaku ini,” ujarnya.
Maksudnya, bully yang dilakukan masyarakat. Seperti generasi X atau Y yang mengunggah perilaku kids zaman now dimedia sosial dengan keterangan bahwa itu merupakan hal buruk dan melanggar norma. Bully seperti ini dapat merubah rasa bangga pada gen Z menjadi rasa malu.
Selain itu, pengawasan perilaku dari keluarga, sekolah dan masyarakat di lingkungan juga dapat menghentikan perilaku ini. Seperti terguran saat generasi Z melakukan tindakan melanggar norma. Rasa sungkan dari generasi Z akan timbul jika lingkungan memberikan pandangan bahwa perilakunya salah berdasarkan norma.
Pun harus timbul kesepakatan bersama antargenerasi bahwa menjadi eksis tidak perlu dengan menampilkan hal negatif yang jauh dari norma.
Jadi apakah kamu, salah satu agen sosial akan turut mem-bully generasi Z atau memilih setuju untuk terbuka dengan perilaku generasi Z?