BOPM Wacana

Kata Mahasiswa Tentang Kebijakan Kantong Plastik Berbayar

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Retno Andriani

Berdasarkan data Jambeck 2015, Indonesia berada di peringkat kedua penghasil sampah terbesar yaitu mencapai 187,2 juta ton setelah Tiongkok yang mencapai 262,9 juta ton. Sementara itu, perhitungan dari Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, total jumlah sampah plastik di 2019 akan mencapai 9,52 juta ton.

Untuk mengurangi semakin bertambahnya jumlah sampah plastik, pemerintah membuat kebijakan uji coba berupa kantong plastik berbayar yaitu Rp200 per kantong plastik. Hal ini disampaikan melalui Surat Edaran (SE) Nomor S.71/MenLHK–II/2015 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk memenuhi target pengurangan sampah plastik sekitar 1,9 ton setahun.

Lantas, apakah cara ini cukup efektif untuk mengurangi produksi sampah plastik? Berikut beberapa pandangan mahasiswa USU mengenai kebijakan tersebut.

Muhammad Reza Fahlevi – FakultasTeknik 2012

Muhammad Reza FahleviSaya setuju dengan kebijakan itu karena bisa mengurangi pencemaran lingkungan akibat sampah plastik. Tapi cakupannya belum menyeluruh. Masih pasar modern yang punya nama yang mengimplementasikannya, kalau pasar tradisional belum. Jadi, paling hanya dua puluh persen saja yang terkurangi sampah plastik itu. Pasar tradisional belum sepenuhnya menerapkan kebijakan itu karena mereka pasti masih berpikir tentang keuntungan dan cara menarik pelanggan. Kalau supermarket kan sudah ada legalitas dari pemerintah, sehingga jika terjadi pelanggaran bisa dikenakan sanksi. Kalau bisa sih dinaikkan lagi bukan hanya dua ratus rupiah. Misalnya lima ratus atau seribu rupiah supaya orang lebih malas buat beli kantong plastik.

Utari Adista Pratiwi – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2013

Utari_Adista_Pratiwi[1]Sebenarnya setuju, karena bisa mengurangi sampah. Apalagi plastik kan susah terurainya. Namun, sebelum membuat suatu kebijakan, harusnya pemerintah kasih tahu dulu apa yang bisa digunakan untuk menjadi pengganti kantong plastik. Misalnya pemakaian goodie bag atau yang lainnya. Jadi masyarakat sudah tahu dulu apa yang bisa dipakai untuk menggantikan kantong plastik ini. Kalau masyarakat sudah setuju, baru lah dikeluarkan kebijakan itu. Menurut saya, sebelum pemerintah menyosialisasikannya, kebijakan ini sepertinya nggak akan berhasil.

Deasy Arisandi – Fakultas Keperawatan 2014

Deasy ArisandiBagus sih, bisa mengurangi produksi sampah plastik, bisa juga mengurangi pencemaran lingkungan. Tapi masih kurang efektif kalau dibuat harganya dua ratus rupiah. Yang namanya kebutuhan, pasti akan tetap dibeli, apalagi kalau cuma segitu. Sarannya sih dibuat saja pengganti kantong plastik ini, seperti kantong dari bahan kertas gitu.

 

Frans Wardana – Fakultas Hukum 2012

Frans WardanaSaya enggak setuju sih kalau soal itu. Enggak akan berdampak karena masih banyak produk-produk yang menggunakan plastik sebagai pembungkusnya, seperti produk sampo dan lainnya. Kalau cuma kantong plastik saja enggak akan berpengaruh apa-apa. Malah menurut saya, cuma buat ribet saja. Toh cuma dua ratus rupiah, kecuali kalau lima ribu rupiah.

Wina Ikhwana Nazhifah – Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2014

Wina Ikhwana NazhifahPemerintah memang belum bisa merealisasikan kebijakan ini ke pasar-pasar kecil. Mereka mungkin hanya bisa melakukannya di pusat perbelanjaan yang besar. Sebenarnya penghasil plastik terbesar itu ya pasar tradisional, jadi efektivitas kebijakan ini sedikit. Kalau itu memang benar-benar program pemerintah untuk mengurangi sampah plastik, ya jangan hanya di hisapan jempol aja. Karena memang penerapannya harus dari pasar tradisional dulu. Pun pemerintah harus ikut juga terjun ke lapangan, bukan hanya sekadar imbauan-imbauan aja.

Endatari Lia – Fakultas Kesehatan Masyarakat 2015

Endatari LiaSebenarnya setuju, tapi kenyataannya justru terlalu membebankan masyarakat. Walaupun dua ratus rupiah, tapi kan itu kebutuhan masyarakat juga. Kalau memang mau dibuat berbayar, ya mestnya dibuat lebih mahal lagi. Saya lebih setuju kalau pemerintah buat kebijakan tertentu kepada si pembuat plastik tadi. Karena kalau ke rakyat, rakyat yang mau beli barang banyak jadi terbebani, tentunya kantong yang dibawa dari rumah enggak cukup. Pemeritah juga kurang gencar sosialisasikan ini, banyak yang belum tahu.

Hestiana Manurung – Fakultas MatematikadanIlmuPengetahuanAlam 2013

Hestiana_ManurungSaya setuju dengan program pemerintah itu, dikutip sebanyak dua ratus rupiah per kantong plastik. Tapi saya pikir tidak efektif kalau cuma dua ratus rupiah saja karena itu murah. Masih banyak masyarakat yang mampu dan merasa tidak terbebani dengan membayar dua ratus rupiah itu. Mereka masih lebih memilih membeli plastik daripada harus repot-repot bawa kantong sendiri dari rumah. Kalau pemerintah menaikkan harganya menjadi lima ribu rupiah, mungkin itu akan lebih efektif lagi.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4