Oleh: Michelle Simangunsong
Membangun budaya literasi dan kecintaan kepada membaca membutuhkan kerja sama banyak pihak.
Semua ahli berawal dari pemula. Barangkali kalimat inilah yang tepat untuk mewakilkan sosok inspiratif yang datang dari tanah Karo. Eka Dalanta, perempuan kelahiran 1 April yang kini menjadi seorang penulis dan editor, serta salah satu pegiat literasi di Sumatera Utara (Sumut). Alumnus Jurusan Sastra Indonesia di Universitas Sumatera Utara (USU) ini mengaku bahwa kecintaannya pada Sastra Indonesia ini bermula sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Berawal dari berkenalan dengan sastra lisan, sedari kecil Eka selalu mendengarkan cerita-cerita Rakyat Karo dari nenek “Tigan” nya saat sebelum tidur. Diiringi dengan kebiasaan membaca yang dibangun oleh ayahnya, Eka semasa kecilnya rutin membawakan buku cerita anak dan membaca bersama ayahnya di sore hari. Kebiasaan ini berlangsung hingga beranjak remaja. Ketika di bangku sekolah menengah, saat membantu ibunya berjualan di pasar, Eka menghabiskan waktu luang seraya menjaga dagangannya dengan membaca buku.
Ada yang bilang, bahwa kesukaan anak terhadap mata pelajaran bergantung pada pembawaan sang guru saat mengajar. Hal inilah yang menambah kecintaan Eka pada bidang sastra. Guru-gurunya, sejak sekolah dasar hingga menengah atas, membuat Eka memantapkan pilihan untuk mengambil jurusan Sastra Indonesia saat memasuki bangku perkuliahan. “Aku beruntung bertemu dengan mereka, yang membuatku bercita-cita menjadi penulis,” tuturnya.
Sebagai pegiat literasi, Eka bersama dengan teman-temannya mendirikan komunitas Ngobrol Buku. Komunitas yang terbentuk sejak 20 Mei 2020 dan ditujukan untuk kawula muda yang dekat dengan media sosial, dengan harapan dapat senantiasa mempertahankan minat literasi pada anak muda yang berpotensi akan tergerus dengan teknologi.
Ngobrol Buku bertujuan untuk mendekatkan sastra Indonesia kepada masyarakat luas, menanamkan kepada khalayak bahwa sastra Indonesia perlu dibaca oleh semua orang, tidak hanya oleh penulis, alumnus sastra, ataupun sastrawan. Sebab, dengan membaca sastra dapat melatih daya berpikir kritis dan menumbuhkan empati dan rasa kemanusiaan.
Tak hanya itu, dalam rangka mendorong tumbuhnya semangat menulis dan lahirnya penulis-penulis baru di Sumut, Ngobrol Buku akan melakukan bedah tulisan bagi partisipan. Agenda ini rutin diadakan di setiap Jumat malam, pukul 20.00 WIB melalui siaran langsung di Instagram @ngobrol.buku karya-karya mereka akan dibicarakan di komunitas ini. Apabila kamu punya karya tulis, rasanya komunitas ini adalah kesempatan yang baik untuk mengembangkan kapasitas menulis. Komunitas yang telah mengadakan kegiatan bincang seputar Sastra Indonesia lebih dari 230 kali ini juga turut menghadirkan kegiatan luar jaringan yang diadakan di setiap akhir bulan. Segala informasi tentang kegiatannya dapat diakses di akun Instagramnya.
Kehadiran Ngobrol Buku membuat Eka semakin terdorong untuk membaca buku sastra Indonesia lebih banyak lagi dan mengikuti perkembangan sastra Indonesia; menjadi pribadi yang lebih disiplin dalam membaca. Menurutnya, hal ini juga memperkaya wawasan sastra, perbendaharaan kata, maupun cerita yang dimiliki. Dampak lain yang ia lihat adalah semakin banyaknya anak-anak muda yang “terpengaruh” untuk ikut membaca sastra Indonesia. Kabar baik yang perlu kita pertahankan bersama.
Menyandang status Duta Baca Daerah Kabupaten Karo tahun 2023-2027, Eka turut menggiatkan minat baca melalui kegiatan-kegiatan yang diadakan bersama Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Karo dan sekolah-sekolah di Karo, serta mendorong munculnya agen-agen literasi pada sekolah di Karo yang akan mempromosikan minat baca kepada teman-temannya. Menjadi hal yang mengesankan bagi Eka ketika bertemu dengan adik-adik di Tanah Karo yang ternyata sudah menulis dan menerbitkan karya mereka (baik cetak maupun platform digital). Tak hanya itu, Eka aktif mengampanyekan minat baca sastra dan buku dengan rutin mengulas buku di media sosial—membagikan cerita tentang buku-buku yang telah ia baca dan membuat ulasan singkat untuk setiap buku di media sosial.
Menurut Eka, membenahi tingkat minat baca anak muda membutuhkan kerja sama banyak pihak, baik dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga terkait lainnya. Budaya literasi idealnya dibangun sejak masa kanak-kanak, sehingga peran keluarga menjadi sangat penting dalam menumbuhkan minat baca dan budaya literasi.
Namun, sangat disayangkan adalah bahwa kegiatan membaca dan berliterasi sering sekali belum dianggap penting, baik oleh masyarakat maupun pemangku kepentingan lainnya. Eka berharap agar pemerintah daerah di Sumut memberikan akses terhadap buku-buku bacaan yang berkualitas ke masyarakat, melalui ketersediaan fasilitas ruang publik yang aman dan nyaman untuk membaca buku yang beragam, seperti di perpustakaan sekolah, perpustakaan desa, serta di taman-taman bacaan masyarakat. Selain itu, diperlukan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan budaya literasi, juga memberikan dukungan kepada kegiatan-kegiatan literasi yang sudah ada di masyarakat.
Besar nan mulia harapannya, agar budaya membaca dan literasi ini terus tumbuh di masyarakat Indonesia sehingga bisa menjadi masyarakat yang literat, masyarakat pembelajar yang memiliki kompetensi hidup, yang menghargai orang lain, dan bermanfaat bagi masyarakatnya.