Oleh : Rimma itasari Nababan
“Hidup punya makna dan semua orang memiliki peluang yang sama. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak bisa selain diri kita sendiri,”
Kelas Hukum Ekonomi baru saja berakhir saat dia memasuki ruang kelas dengan dituntun oleh dua orang pria di sisi kanan dan kirinya. Kedua pria itu membimbimbingnya ke kursi dekat tempat duduk. Untuk pertama kalinya aku melihatnya. Tersadar ternyata dia adalah seorang tunanetra. Ada rasa heran dan takjub dalam pikiran saat melihatnya bisa memainkan handphone.
Namanya Desmon Daniel Tua Pakpahan Mahasiswa Fakultas Hukum 2016. Meski seorang tunatetra namun dalam hal prestasi dia tak kalah dibanding mahasiswa normal lainnya. Hal ini terbukti dengan prestasi akademiknya yang hingga kini mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,702. Tentu ini bukanlah suatu pencapaian yang mudah mengingat keterbatasan fisiknya.
Desmon menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di Sekolah Luar Biasa (SLB) A Karya Murni Medan dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Cahaya Medan. Melalui pesan Whatsapp Desmon bercerita bahwa dirinya pernah menjadi juara harapan 3 Olimpiade Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) tingkat SMP LB dan menjadi perwakilan Sumatera Utara untuk ikut Olimpiade Matematika di tingkat SMA LB.
“Kalau adek tanya bagaimana cara belajar di kelas, aku pake tulisan Braile dan ketika guru menerangkan aku pasti catat intinya dan kemudian aku mencari penjelasan lengkapnya di rumah melalui internet,” jelasnya.
Desmon kehilangan indra penglihatannya secara total sejak lahir. Meski begitu, pria kelahiran Medan, 9 Desember 1998 ini mengaku tidak mendapatkan kesulitan saat berkomunikasi serta berinteraksi dengan keluarga maupun orang-orang sekitar. Beruntungnya dirinya memiliki banyak keluarga dan teman yang mau membantu dan membimbingnya.
Mungkin bagi orang yang baru melihatnya tentu merasa heran bagaimana cara Desmon menggunakan laptop atau menggunakan handphonenya dengan begitu lancar. Desmon menerangkan bahwa seorang tunanetra bisa mengoperasikan laptop, komputer, handphone dan bentuk gadget lainnya melalui sebuah aplikasi yakni Screen Reader. Untuk screen reader sendiri berbasis Windows ada namanya narrator.
Aplikasi ini berfungsi untuk mengubah objek yang ditampilkan di layar ke dalam bentuk suara. Jadi dirinya dapat mengakses internet tidak dengan melihat apa yang ada di layar, tapi dengan mendengarkan suara yang dihasilkan screen reader.
Sedangkan untuk sistem operasi Android ada aplikasi talkback. Hampir sama dengan screen reader, aplikasi ini berfungsi untuk mengubah objek yang ada di smartphone ke dalam bentuk suara.
Sebagai seorang tunanetra, Desmon tentu pernah mengalami kehilangan semangat terlebih saat ibunya meninggal dunia 4 tahun yang lalu. Bungsu dari 5 bersaudara ini bahkan pernah berpikir untuk tidak lanjut lagi .
“Kekuatan itu tumbuh kembali saat bapak bilang, kalau bapak nggak mampu lebih bagus kau yang kusekolahkan sampai sarjana daripada abang-abangmu yang lain,” katanya.
Meski kini dia belum menetapkan cita-cita hidupnya, namun dia menekankan bahwa tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengatakan bahwa dirinya tidak bisa. Menurutnya kelemahan bukanlah alasan untuk membatasi diri.
Selain dikaruniai otak yang cerdas, desmon juga mahir untuk memainkan alat-alat musik seperti gitar, piano, keyboard serta rekorder seperti terlihat dalam postingan instagramnya. Dia mengaku belajar secara otodidak. “Dulu kan dek, waktu abang berumur 3 tahun pernah dibelikan keyboard mainan. Abang injek-injek kok beda-beda nadanya. Nah waktu abang SD ada juga guru yang mengajari abang main musik. Abang bisa dikit-dikit main gitar juga setelah belajar main keyboard,” terangnya.
Terbukti dalam beberapa kesempatan Desmon pernah ikut menjadi pemain musik pengiring pada kegiatan kebaktian KMK (Kebaktian Mahasiswa Kristen) di Fakultas Hukum dan menjadi pemain musik pada perayaan natal KMK USU FH 2018.
Setelah lama berbincang kepada Suara USU ia mengatakan memiliki prinsip hidup yang sampai saat ini ia pegang. Menurutnya setiap orang berhak memiliki kesempatan dan peluang hidup. Tak hanya itu setiap orang juga mempunyai makna dan hak yang sama. “Sehingga tidak ada alasan untuk tidak bisa selain diri kita sendiri,” tutupnya.