BOPM Wacana

Bijak Bermedia Sosial Simbolkan Kecerdasan Penggunanya

Dark Mode | Moda Gelap
Ilustrasi: Surya Dua Artha Simanjuntak

 

Oleh: Suratman

Bijak lah dalam bermedia sosial. Jika tidak, bukan hanya bisa hoax, tindakan kamu juga berakibat diskriminasi, bahkan provokasi hingga menyulut konflik. Itu lah contoh jika kamu bukan pengguna yang cerdas.

Masih ingat kasus yang menghebohkan warga internet (warganet) tentang video kemesraan dua orang lelaki yang diduga gay. Ya, dua laki-laki yang merupakan kakak beradik berkewarganegaraan asing itu viral setelah akun bernama Sri Mulyani mengabadikan moment kemesraan tersebut dan mengunggahnya di laman Facebook miliknya.

Siapa sangka, tindakan asal posting dan tanpa adanya konfirmasi Sri Mulyani terhadap dua pria tersebut berakibat fatal. Sang kakak diancam dipecat dari pekerjaannya, sedangkan adiknya mengalami terauma.

Setelah ditelisik lebih jauh, ternyata dua lelaki tersebut adalah kakak beradik yang sudah empat tahun lamanya tidak bertemu. Sedangkan tindakan berpelukan mesra mereka itu merupakan suatu kebiasan yang sering dilakukan. Lebih lanjutnya, akhirnya Sri Mulyani pada 25 Desember lalu melayangkan permohonan maafnya kepada keluarga korban dan mengklarifikasi kejadian sebenarnya pada warganet di laman Facebook miliknya.

Dari hal ini, kita bisa lihat, tindakan asal posting sering kita lakukan sebagai contoh kecerobohan; sering melupakan kebenaran dan fakta atas kejadian sebenarnya. Ujungnya-ujungnya kita menimbulkan tindakan diskriminasi. Lebih seriusnya memprovokasi hingga menyulut konflik sampai ke ranah agama, ras, suku, maupun golongan.

Masalahnya terkadang bisa dikatakan sepele, tetapi akibat postingan di media sosial (medsos) yang sembarangan justru malah mengundang asumsi netter dan menimbulkan gejolak konflik, diskriminasi dan merenggangkan sikap toleransi.

Kembali menilik, terkait postingan yang akhirnya menyeret Basuki Tjahjo Purnama alias Ahok ke dalam kurungan penjara, ini juga masih menunjukan bagaimana medsos sangat berdampak besar menimbulkan terjadinya konflik terkait suku dan agama.

Seperti yang dikatakan  Joel Stein dalam artikelnya yang ditulis di Time, ia menyebutkan bahwa internet terkhususnya medsos merupakan tempat bagi seseorang menjadi monster dan menghancurkan hidup orang lain. Berdalih sebagai sarana bertukar informasi yang sehat, hasilnya malah menjadi tempat untuk saling menghina dan menghancurkan hidup orang lain.

Hal ini karena internet memiliki online disinhibition effect, di mana setiap orang dapat berkomentar semaunya, bahkan memaki, dan menghina, seperti tidak memiliki adab.

Merujuk pengertian medsos berdasarkan ensklopedia Wikipedia, yaitu sebuah media dalam jaringan (daring), di mana para penggunanya dapat berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan segala sesuatunya dengan cara yang mudah serta menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual.

Andreas Kaplan dan Michael Haenlein juga mendefenisikan medsos sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasiskan internet yang bersifat membangun di atas dasar ideologi dan teknologi web 2.0, dan sangat memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content.

Oleh karena perubahan teknologi web 1.0 menjadi 2.0 dengan demikian jelas merubah pola broadcast media monologues—monolog media siaran (satu ke banyak) menjadi social media dialogoues—dialog media sosial (banyak ke banyak) sehingga menguntungkan semua orang dapat saling terhubung.

Karena medsos merupakan media yang dirancang untuk disebarkan melalui interaksi sosial, dibuat dengan teknik penerbitan yang sangat mudah diakses dan terukur tak salah mengubah pola pengetahuan dan informasi. Awalnya hanya bisa menjadi konsumen konten, kini sudah beralih menjadi produsen konten dengan mudahnya.

Maka dari itu, nilai positif yang dapat diambil yaitu, kita dapat membangun suatu hubungan/relasi dengan berbagai orang dari belahan dunia walaupun jaraknya jauh sekalipun karena sifatnya mencakup global. Sebab kita sudah mampu beralih menjadi produsen dan menentukan siapa saja pasar kita dan bagaimana menyebarkan produk kita.

Dengan demikian, tentu akan ada banyak tindakan positif yang dapat kita lakukan seperti upaya-upaya melawan diskriminasi dan membangun toleransi melalui medsos dalam mewujudkan masyarakat yang rukun dan damai. Selanjutnya, sebagai produsen yang bijak dan paham dalam mengelola medsos tidak ada salahnya kita mengajak orang-orang yang baru beralih dari si konsumen menjadi produsen untuk merubah pola pemikiran mereka.

Agar kedepannya muncul produsen-produsen yang siap menghadirkan produk ke pasar dengan konten segar dan mampu merukunkan masyarakat tanpa membuat tindakan yang berakibat diskriminasi, hingga menyulut konflik.

Apalagi jika melihat fungsi medsos secara umum, yaitu sebagai alat/media promosi tentunya memudahkan kita sebagai pengguna untuk menyebarkan isu-isu perlawanan terhadap diskriminasi dan membangun sikap bertoleransi antar sesama. Jika saja ada banyak pengguna yang mampu mengelola medsosnya sebagai alat promosi untuk melawan diskriminasi dan membangun toleransi tentu saja pergerakan dan hasil nyatanya akan terlihat.

Lihat saja bagaimana publik mengelola kasus Rohingnya sebagai bentuk pelanggaran dan diskriminasi, medsos digunakan sebagai alat perlawanan, buktinya menghasilkan banyak orang-orang yang turun tangan dan iba dalam membela hak-hak kaum Rohingya.

Telisik juga bagaimana publik yang sebagian besarnya merupakan pengguna medsos menangani kasus Palestina yang menentang keputusan Donal Trump jika Yerusalem adalah Ibu Kota Israel.

Sudah tidak menutup kemungkinan, di era yang milenial ini jika perkembangan teknologi tidak didukung oleh pengguna yang bijak dan paham maka kesalahan apapun dapat terjadi, tak sekadar penyesatan informasi, kerukunan, kedamaian, dan ketentraman kita tidak dinilai lagi.

Seperti kata Antony Mayfield dari iCrossing, menyebut medsos adalah mengenai manusia biasa, yaitu yang saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi berpikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Intinya, Antony menyampaikan bahwa pengguna medsos adalah manusia yang merupakan dasar suatu perubahan atas kreasi ciptaannya yang memiliki dampak dan mempengaruhi atas kebijakan-kebijakan bertindaknya.

Maka bijak lah bermedia sosial dan jadi lah pengguna yang cerdas!

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4