Oleh: Royandi Hutasoit
Bangsa yang baik adalah bangsa yang mengenal sejarahnya. Banyak orang yang setuju akan hal ini, tetapi di Indonesia hal ini sangat jauh dari harapan. Terlihat dari banyaknya pemimpin di negeri ini juga tidak sadar sejarah. Terbukti dalam pengambilan kebijakan yang tidak bercermin pada masa lalu, baik dalam kehidupan berbangsa maupun di dalam kehidupan pendidikan yang dihuni oleh kaum-kaum intelektual.
Dalam pidato politiknya pada 17 Agustus 1966, Presiden RI pertama, Soekarno, mengatakan “jangan sekali-kali melupakan sejarah” (jasmerah). Pernyataan yang sangat relevan hingga sekarang mengingatkan rakyat Indonesia, yang katanya didalamnya juga terdapat kaum intelek yang tidak lagi memahami sejarah bangsanya.
Bangsa yang lupa sejarahnya sama dengan anak ayam yang kehilangan induknya. Hidup tak tentu arah dan tercerai berai sehingga pemangsa dengan mudah menguasainya. Demikianlah yang terjadi di negeri ini, para penjajah berwajah baru kembali menguras segala sumber-sumber kekayaan alam kita. Mereka adalah negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, Singapura dan negara maju lainnya yang menguasai perekonomian Indonesia. Parahnya, pemerintah di republik ini dijadikan sebagai perpanjangan tangan negara maju untuk menginjak rakyatnya sendiri. Kebijakan ekonomi yang pro-modal asing ini berlangsung sejak naiknya pemerintahan orde baru dengan membuka saluran kapitalisme masuk di Indonesia. Pertanyaannya, mengapa rakyat Indonesia bisa melupakan sejarahnya?
Ada dua hal yang menyebabkan bangsa ini ahistoris (lupa sejarah). Pertama, ketika sejarah dikuasai oleh penguasa untuk melegitimasikan kekuasaannya. Inilah yang dilakukan secara sistematis oleh penguasa orde baru (Soeharto) yang berkuasa selama 32 tahun. Sumber-sumber sejarah seperti arsip dikuasai untuk mempertahankan dan memperjuangkan kepentingannya. Arsip maupun buku-buku yang mengancam kekuasaannya akan dihilangkan/dimusnahkan. Misteri supersemar (surat perintah sebelas maret) yang sampai sekarang belum terungkap akibat adanya kepentingan Soeharto. Bagaimanapun juga, Soeharto adalah orang yang paling bertanggung jawab akan misteri ini karena beliaulah tokoh kuncinya.
Kedua, pendidikan (sejarah) yang tidak kritis dalam melihat permasalahan. Sistem pendidikan di Indonesia juga mempengaruhi generasi muda menjadi lupa sejarah. Sistem pendidikan mengarahkan kaum terdidik hanya untuk menjadi pekerja-pekerja, tidak jauh beda dengan sistem pendidikan pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Dimana pada masa itu, kaum pribumi dididik untuk bisa bekerja di birokrasi pemerintahan, pabrik, dan perkebunan. Akibatnya, sulit mencari kaum terdidik berwatak pemikir dan berjiwa nasionalisme.
Dalam pendidikan sejarah, tidak diarahkan untuk mengatasi permasalahan kebangsaan. Banyak orang berpandangan bahwa tidak ada gunanya belajar sejarah. Ini dapat dipahami ketika belajar sejarah identik dengan menghapal nama orang, tahun-tahun, dan tempat peristiwa. Banyak orang melihat sejarah sebagai dongeng. Pemahaman sempit seperti ini menyebabkan rasa nasionalisme yang sempit, sehingga rakyat Indonesia tidak mempunyai prinsip dalam kehidupan berbangsa.
Sejatinya, belajar sejarah bertujuan memahami masa lampau untuk mengambil sikap pada masa sekarang demi kejayaan masa yang akan datang. Segala hal buruk ataupun kesalahan masa lalu dijadikan sebagai pengalaman berharga agar lebih bijaksana ke depan. Jangan jatuh berulang pada lubang yang sama. Misalnya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari pangkuan ibu pertiwi pada masa lalu, perlu dilihat aspek historisnya (akar permasalahan) sehingga untuk ke depan permasalahan seperti ini tidak terulang lagi.
Pentingnya arsip
Arsip merupakan kepingan-kepingan sejarah yang berguna untuk masa depan apabila disusun menjadi sebuah bangunan. Bangunan ini bisa menjadi batu loncatan untuk melanjutkan tatanan kehidupan ke arah yang lebih baik. Bangsa yang menjadikan arsip sebagai kekayaan dan memanfaatkannya untuk masa depan yang lebih baik adalah bangsa yang dewasa. Bangsa yang dewasa adalah bangsa yang memahami sejarahnya sehingga bijaksana dalam merancang hari esok.
Berkaca pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Cina, dan negara lainnya, mereka sangat menghargai arsip-arsip yang ada. Baik arsip-arsip dari dalam maupun dari negara lain, dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuannya termasuk dalam memperjuangkan kepentingannya melalaui penjajahan di negara lain. Misalnya Pemerintah Kolonial Belanda yang menggunakan arsip sebagai pijakan untuk membuat kebijakan di daerah jajahannya (Nusantara). Bahkan arsip-arsip mereka tentang Indonesia sangat banyak tersimpan hingga sekarang di negerinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa arsip merupakan harta yang sangat berharga. Arsip sama dengan harta karun yang semakin lama semakin bernilai.
Adapun yang menjadi persoalan di Indonesia adalah minimnya kesadaran akan pentingnya arsip. Para elite politik sibuk untuk memperjuangkan dan mempertahankan kepentingannya masing-masing. Pemerintah kebingungan dan akhirnya keliru dalam membuat kebijakan seperti kebijakan politik, ekonomi, dan pendidikaan karena tidak mempunyai dasar untuk mengambil kebijakan tersebut.
Arsip bukanlah barang rongsokan yang seolah-olah tidak berarti apa-apa. Memang tidak sedikit arsip yang terdokumentasi di negeri ini seperti di kantor arsip nasional, arsip daerah, perpustakaan, museum dan instansi pemerintah lainnya, namun tidak akan berguna jika dibiarkan begitu saja. Arsip tersebut dapat digunakan untuk sumber pengetahuan dan penelitian. Banyak arsip-arsip yang belum diteliti ataupun dikaji menjadi bangunan yang berarti. Ini juga menunjukkan bahwa lemahnya pendidikan negeri ini khususnya dalam bidang penelitian. Padahal salah satu isi dari tridarma perguruan tinggi adalah penelitian.
Dengan melihat permasalahan tersebut maka pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus benar-benar menyadari akan pentingnya pemanfaatan arsip dalam mendewasakan bangsa. Bukan berarti pemerintah memanfaatkan arsip untuk kepentingan sendiri melalui distorsi sejarah tetapi untuk kesejahteraan rakyat Indonesia .
Budayakan penelitian
Untuk mendewasakan bangsa melalui pemanfaatan arsip memerlukan proses yang cukup lama. Arsip yang telah ada harus diteliti agar tidak hanya menjadi barang rongsokan. Penelitian ini tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit. Di sinilah peran pemerintah dalam membangun bangsa melalui kebijakan dalam pendidikan yang mengembangkan budaya penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk menyikapi persoalan-persoalan yang ada di dalam masyarakat. Arsip-arsip yang ada, kemudian dikritisi, diinterpretasi dan dituliskan menjadi sebuah hasil penelitian. Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk memetakan masa depan yang lebih baik.
Lemahnya penelitian di universitas selama ini menunjukkan kurangnya perhatian dalam sistem pendidikan kita. Bahkan yang sangat memprihatinkan, tugas akhir mahasiswa (skripsi) terkadang asal jadi. Sudah jarang hasil skripsi mahasiswa yang berkualitas karena lemah dalam penelitian.
Dengan membudayakan penelitian di negeri ini, maka masyarakat semakin menyadari pentingnya arsip sebagai sumber pengetahuan dan penelitian untuk mendewasakan bangsa.
*Reporter Pers Mahasiswa SUARA USU