Oleh: Izzah Dienillah Saragih
Rokok diketahui telah membunuh 1.174 rakyat Indonesia tiap harinya
(Factsheet Tobacco Control Support Center, IAKMI)
Sebatang rokok ibarat sebilah pisau bermata dua. Di satu sisi merupakan industri besar di negeri ini, yang memberi banyak pemasukan tetapi di sisi lain menimbulkan dampak buruk, tidak hanya dari segi kesehatan tetapi juga sosial, ekonomi dan budaya. Merokok berkontribusi terhadap meningkatnya kasus penyakit, seperti kanker paru, penyakit jantung, dsb. Merokok meningkatkan pengeluaran suatu keluarga, yang harusnya bisa di alokasikan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat. Orang yang merokok di tempat umum, membiarkan orang yang tidak merokok menghirup asap menunjukkan rendahnya adab dan kesadaran terhadap hak orang lain dalam menghirup udara bersih.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah salah satu bentuk usaha pengendalian rokok. Ia sejatinya merupakan amanah dari Undang- Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 115. Dalam pasal tersebut, yang dimaksud dengan KTR meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum lain yang ditetapkan. Pada ayat kedua, disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan KTR diwilayahnya. Dari 500-an Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, baru sekitar 22 kabupaten/kota yang menerapkan KTR. Medan, akan menjadi kota kesekian yang menjalankan KTR. Tahun 2011 lalu draft rancangan peraturan daerah (perda) ini rencananya akan diseminarkan ditingkat dewan perwakilan daerah. Namun sampai sekarang, tanggal 31 Mei 2012 yang diperingati sebagai hari anti tembakau Se-dunia. Pengesahan Perda KTR ini masih belum jelas.
Segelintir Kendala yang Menyertai
Beberapa daerah proses pengesahan perda KTR ini memakan waktu dan proses yang panjang. Dimulai dari seminar di tingkat dewan daerah, sosialisasi, dan sebagainya. Alasan yang paling dasar adalah pemerintah daerah (dalam hal ini Pemerintah Kota Medan) pastinya tidak ingin perda KTR ini hanya menjadi sebatas kertas saja. Pinomat jadi, begitu kalau istilah orang Medan. Pemerintah kota berkewajiban memastikan ketika ini diberlakukan maka akan dipatuhi oleh segenap penduduk Kota Medan, tanpa terkecuali.
Tentunya akan ada kendala-kendala yang akan ditemui dalam implementasi KTR. Yang pertama, kesadaran masyarakat, terutama mereka yang perokok terhadap hak orang lain untuk menghirup udara bersih, masih rendah. Edukasi kepada masyarakat tentang dampak rokok, bagi dirinya dan orang lain yang menghirup asap rokok menjadi penting agar masyarakat tahu betapa menhirup udara bersih adalah kebutuhan dan hak dasar yang harus dipenuhi. Kedua, larangan merokok di tempat umum, secara kultural belum merupakan kebiasaan positif. Memimpin dengan memberi contoh yang baik adalah yang paling bijak. Untuk itu, pihak-pihak petinggi seperti Dinas Kesehatan, kantor pemerintahan harus lebih dulu menjalankan KTR ini.
Intinya, Komitmen!
Apapun itu, masalah yang terpenting dari penerapan KTR ini adalah pemerintah kota tidak cukup berani berkomitmen terhadap masalah rokok. Billboard, iklan, spanduk yang berbau rokok masih sangat mudah kita temui di tempat-tempat strategis dengan tampilan yang dibuat semenarik mungkin. Tempat-tempat umum seperti mal masih mengizinkan pengunjungnya bebas klepas klepus merokok, kalaupun ada peraturan dilarang merokok, masih sulit pengawasannya. Di tindak saja, kenapa rupanya? Rokok dan asapnya bukanlah masalah penting di Kota Medan, bahkan mungkin negara ini. Begitupun, saya (dan juga mungkin segelintir orang-orang yang terusik ketika haknya menghirup udara bersih didzalimi) masih amat menantikan perda KTR ini disahkan. Setidaknya dengan adanya perda KTR ini menjadi angin segar bagi terpenuhinya hak setiap orang menghirup udara bersih. Semoga!
31 Mei 2012, Semoga Hari tembakau sedunia bukan sekedar seremoni tahunan!