
Oleh: Firda Elisa
|
Judul |
Abadi Nan Jaya |
|
Sutradara |
Kimo Stamboel |
|
Pemeran |
Mikha Tambayong, Dimas Anggara, Eva Celia, Donny Damara |
|
Rilis |
23 Oktober 2025 |
|
Durasi |
117 menit |
|
Genre |
Thriller |
|
Tersedia di |
Netflix |
Pernahkah kamu membayangkan jika zombie muncul di Indonesia?
Sebuah desa di dekat Yogyakarta, menjadi tempat bermulanya wabah zombie. Awalnya, sebuah pabrik jamu bernama “Wani Waras” meluncurkan produk terbaru, yakni jamu yang dapat membuat awet muda. Diperlihatkan adegan pertama saat karyawan yang bekerja di pabrik tersebut, mengirimkan sampel jamu kepada beberapa orang, termasuk kepada pemilik pabrik itu sendiri tanpa menunggu uji keamanan dari pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Film ini berfokus pada sebuah keluarga yang sedang berada di ujung kehancuran. Pada suatu pagi, sepasang suami istri, Rudi dan Kenes, mengunjungi ayah Kenes—dikenal bernama Sadimin—yang merupakan pemilik dari pabrik Wani Waras. Keduanya berencana untuk bercerai setelah Sadimin resmi menjual pabrik tersebut. Hubungan mereka juga mulai renggang, terlebih setelah Sadimin menikah lagi dengan sahabat Kenes, Karina.
Namun, perceraian itu tak pernah terjadi. Sadimin tiba-tiba membatalkan keputusannya untuk menjual pabrik tersebut setelah meminum sampel jamu yang dikirimkan oleh salah seorang karyawan pabrik. Jamu tersebut menunjukkan efek instan, ubannya mulai menghilang, rambutnya seakan kembali disemir hitam. Sadimin tampak menjadi muda kembali dan membuat keluarganya tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Ia berniat untuk meneruskan pabrik Wani Waras dan menamai jamu tersebut dengan Abadi Nan Jaya.
Keputusannya yang mendadak itu, membuat keluarganya menolak keras dan mulai melayangkan protes. Adu mulut tidak dapat terelakkan. Di tengah amarah, Sadimin tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya. Ia mulai kehilangan kendali dan muntah darah. Matanya tidak lagi fokus dan ia mulai kejang-kejang. Dalam beberapa detik, Sadimin mulai berubah menjadi zombie dan menyerang anggota keluarganya.
Wabah mulai menyebar dan menghancurkan satu desa
Film ini dikemas dengan sinematografi yang memanjakan mata. Karena berlatar di sebuah pedesaan yang masih asri, penonton akan semakin merasakan nuansa khas Indonesia yang sangat kental. Alurnya berjalan cukup cepat, karena seluruh kejadian dalam film berlangsung dalam satu hari yang sama.
Karakter-karakter dalam cerita ini dipoles dengan sangat realistis. Tidak ada karakter yang benar-benar sempurna, setiap karakter memiliki celahnya masing-masing. Namun, wabah zombie ini membuat mereka kembali menyadari bahwa mereka membutuhkan satu sama lain untuk bertahan.
Rudi dan Kenes mungkin memang bukan sepasang suami istri yang serasi, namun keduanya sangat menyayangi anak mereka. Karina, diam-diam rindu dengan sahabat kecilnya, Kenes, karena pernikahannya dengan Sadimin membuat hubungan mereka renggang. Sadimin sendiri merasakan kurangnya kepedulian dari anak-anaknya dan merasa perjuangannya tidak dihargai jika harus menjual pabrik Wani Waras hanya demi uang.
Film ini juga menyoroti kisah dari sepasang kekasih, Rahman dan Ningsih, dua sejoli yang berniat untuk meneruskan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Namun, seperti kebanyakan film-film lain yang bertemakan zombie, tidak ada celah kebahagiaan untuk sepasang kekasih. Begitupun dengan film ini, setiap karakter dengan begitu pasrahnya mengorbankan diri mereka demi keselamatan orang terkasih.

Film ini sukses menghadirkan nuansa budaya Indonesia dengan baik. Bahkan di beberapa adegan masih memperlihatkan kebiasaan sopan santun khas masyarakat Indonesia. Beberapa karakter juga menggunakan bahasa Jawa, sesuai dengan latar film ini. Namun, sayangnya, film ini hanya berkutat di satu desa saja, tidak diperlihatkan bagaimana kondisi desa lain yang mungkin saja juga terpapar wabah zombie.
Kekurangan lain dari Abadi Nan Jaya adalah minimnya penjelasan mengenai bahan yang dipakai atau alasan mengapa jamu tersebut dapat membuat seseorang berubah menjadi zombie. Padahal, jika hal tersebut dieksplor, akan menambah poin plus untuk film ini.
Selain itu, dalam beberapa adegan, karakter-karakter dalam film ini tidak mengoptimalkan penggunaan benda-benda yang mungkin dapat menyelamatkan hidup mereka, terutama benda tajam. Hal tersebut membuat penulis sendiri merasa jengkel saat menyaksikan film ini.
Meskipun begitu, Abadi Nan Jaya sangat sayang untuk dilewatkan. Penulis merekomendasikan film ini untuk ditonton, terutama bagi penggemar genre thriller. Penulis berharap, film ini akan membuka gerbang untuk eksplorasi film-film lain dengan genre yang lebih variatif, terutama dengan membawa budaya lokal.



