
Oleh: Dinar Fazira Fitri
Gaya asuh orang tua kiwari jadi pembicaraan publik, terutama di sosial media. Ada yang menganggap bahwa strict parents itu kaku, mengekang anak, dan membuat anak tidak bebas berekspresi.
Adapula yang menganggap bahwa soft parents itu terlalu memanjakan, membiarkan anak salah, dan nantinya akan berakibat tidak patuh pada orang tua.
Netizen membiarkan hal ini menjadi polemik yang seakan tak habis waktu untuk dibahas. Muncul pula istilah dalam parenting yaitu strawberry parents. Secara harfiah, dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘orang tua stroberi’. Apa lagi itu?
Strawberry, jika dilihat dari luarnya terlihat berwarna cerah dan menarik namun jika menekannya sedikit-terlalu keras maka ia akan benyek bahkan busuk.
Istilah ini bermula dari para generasi tua di negara Taiwan yang melihat dan menyebutkan bahwa generasi-generasi muda saat ini sebagai strawberry generation.
Strawberry generation merupakan sekumpulan orang dalam generasi tertentu yang memiliki pemikiran dan kreativitas bagus, namun sayangnya mudah rapuh, menyerah, sulit bekerja keras, gampang terpengaruh, hingga mudah sakit hati.
Dalam buku karya Prof Rhenald Khasali, PhD berjudul “Strawberry Generation: Anak-anak Kita Berhak Keluar dari Perangkap yang Bisa Membuat Mereka Rapuh”, menyebutkan pentingnya orang tua memilih gaya didikan demi masa depan anak. Istilah strawberry parents diyakini muncul diperuntukkan pada gaya didikan orang tua yang memicu lahirnya strawberry generation.
Karakteristik dan Pemicunya
- Menuruti semua kemauan anak: Bermodalkan rasa sayang seringkali membuat orang tua tidak memerhatikan waktu yang tepat untuk menuruti kemauan si anak. Hal ini juga bisa berdampak ketika ia beranjak dewasa dan bergaul dalam lingkungan pertemanan. Sudah terbiasa dituruti oleh orang tuanya, ia berpikir temannya pun akan berlaku demikian. Ketika itu tidak sesuai dengan harapannya, maka akan menimbulkan konflik.
- Toleransi berlebihan pada kesalahan: Tiga kata ajaib, bukanlah hanya sebuah kata yang digaungkan belaka. Salah satunya, kata maaf. Dari dini sekali, anak harus dibiasakan meminta maaf atas kesalahannya. Beberapa orang tua, menyalah artikan gentle parenting menjadi permissive parenting. Semuanya di-gapapa-in. Alhasil, anak tidak sadar akan kesalahannya dan enggan untuk meminta maaf. Perilaku ini harus dihindari dengan seimbangkan reward dan punishment. Beri pujian ketika ia berperilaku baik, beri hukuman jika ia melakukan kesalahan.
- Uang sebagai pengganti quality time: Kesibukan bekerja membuat orang tua seringkali abai dan memanjakan anaknya dengan uang sebagai pengganti kehadirannya. Efeknya, anak akan menganggap uang itu lebih berharga daripada kebersamaan dengan keluarga. Lebih parahnya, anak akan berpikir selagi ada uang, segala masalah akan terselesaikan.
- Tak membiarkan anak menyelesaikan masalah sendiri: Biasakan anak menyelesaikan masalahnya sendiri, dari hal kecil saja seperti menyelesaikan tugas sekolah. Biarkan itu menjadi tanggung jawabnya, tidak perlu manjakan dengan todongan bantuan. Jika terlalu sering, anak akan selalu bergantung pada orang tua dalam masalah apapun. Dikhawatirkan akan terbawa sampai ia dewasa. Setiap ada masalah, ia jadikan orang tuanya sebagai tameng utama.
Ancar-ancar Kasus Strawberry Parents
Masyarakat sampai sekarang pasti tidak lupa dengan kasus Mario Dandy pada tahun 2023 lalu. Kasus penganiayaan yang akhirnya diketahui—dilakukan oleh seorang anak Pejabat Direktorat Pajak. Dengan segala fasilitas mewah yang diberikan ayahnya, ia manfaatkan untuk melakukan aksi brutalnya.
Tidak lama ini muncul kejadian seorang ayah mendatangi sekolah anaknya untuk menemui temannya yang diduga mengejek sang anak. Kejadian tersebut diperbincangkan lantaran ia menyuruh teman si anak untuk berlutut minta maaf, bahkan dipaksa menggonggong layaknya anjing.
Ketika momen menuju akhir tahun, masih segar di ingatan seorang ibu bersama suruhannya mengeroyok rekan koas anaknya. Tak diberi libur tahun baru saat shift jaga rumah sakit menjadi alasan pengeroyokan ini dilakukan. Kejadian ini menjadi sorotan publik karena alasan sepele yang mendasarinya.
Inilah dampak ekstrim apabila pola asuh itu menjadi kungkungan orang tua untuk membela anaknya secara berlebihan. Tidak peduli anaknya benar atau salah sekalipun. Dari ketiga kejadian yang disebutkan, diasumsikan kombinasi antara asuhan strawberry parents, fasilitas kemewahan, dan ‘power’ orang tua.
Menjadi orang tua memang bukanlah perkara mudah. Penting untuk berpilah-pilih dalam bersikap kepada anak. Kerasnya gaya didik sebelumnya, membuat orang tua berpikir menghentikan garis itu pada anaknya. Dilemanya, kelemah-lembutan yang tidak pada tempatnya menjelmakan bumerang tak terduga.
Strawberry, jika menekannya sedikit keras maka buahnya akan benyek. Tetapi, jika tak erat dipegang dia akan leluasa tergelincir dari tangan. Pegang buahnya dengan penekanan yang sesuai dan tak lewat batas. Maka, orang tua pun berperilakulah demikian. Jangan sampai jadi strawberry parents.