Oleh: Maria Patricia Sidabutar
Judul | : The Boy |
Sutradara | : William Brent Bell |
Pemeran | : Lauren Cohan, Rupert Evans, Jim Norton, Diana Hardcastle, Ben Robson, Jett Klyne |
Tahun Rilis | : 2016 |
Durasi | : 97 Menit |
Siapa sangka di balik wajah manis dengan mata abu-abu dan bibir tipis, tersimpan begitu banyak hal menyeramkan darinya. Sebuah boneka berwujud anak laki-laki bernama Brahms.
Boneka lazimnya menjadi mainan anak-anak yang lucu dan menyenangkan. Namun, dalam ranah horor Hollywood boneka sering menjadi lambang keseraman. Contoh yang paling terkenal adalah sosok boneka Annabelle dan Chucky.
Tahun 2016 lalu, hadir tokoh boneka baru bernama Brahms dalam film The Boy yang dirilis bulan Januari. Brahms memiliki wajah manis, mata bulat besar, bibir tipis, serta rambut belah samping kanan. Penampilannya selalu elegan dilengkapi kemeja putih, dasi hitam, serta sweater polos yang menjadi cirik hasnya.
Film ini dimulai dengan adegan Greta Evans (Lauren Cohan), seorang gadis asal Montana, Amerika, yang memutuskan untuk pergi ke Inggris. Ia melarikan diri dari mantan pacarnya, Cole (Jett Klyne) yang suka melakukan kekerasan terhadapnya. Di Inggris, Greta menjadi pengasuh anak pasangan suami-istri Heelshire (Jim Norton dan Diana Hardcastle), yang memiliki rumah besar dipelosok desa, jauh dari pusat keramaian.
Ternyata anak yang akan diasuh Greta bukanlah anak sungguhan, melainkan boneka porselin berbentuk anak laki-laki. Brahms. Boneka ini pun mulai menunjukkan keseramannya dengan melakukan hal-hal di luar akal manusia, seperti menghilang dalam sekejap dan memalingkan wajahnya secara tiba-tiba ke arah Greta.
Boneka Brahms harus diperlakukan layaknya seorang manusia oleh siapapun, baik kedua orang tua Brahms, Greta, maupun Malcoms. Greta harus menyapa Brahms setiap pagi, memberinya makan, membacakan cerita, hingga menidurkannya kembali, dan begitu seterusnya. Saat ia melanggar aturan, kejadian demi kejadian aneh pun akan terjadi.
Boneka Brahms berhasil menciptakan suasana horor di film tersebut dengan sosoknya yang mistis. Misalnya pada awal hingga pertengahan film, Brahms berkali-kali mengejutkan penonton dengan seolah-olah hidup, bergerak, dan berjalan.
Namun, pada akhir film Brahms muncul sebagai sosok pemuda bertopeng yang menutupi bekas luka bakarnya. Begitulah wajah Brahms yang sebenarnya. Di sini penonton akan merasa bingung dengan kehadiran sosok Brahms. Siapa sangka Brahms ternyata bukan khayalan?
The Boy tergolong sukses dengan alur yang bisa membuat penonton berprasangka sesuka hati. Film ini juga didukung oleh backsound yang baik sehingga kesan horor pun dapat tersampaikan dengan baik ke penonton.
Namun di balik keberhasilannya, film tersebut memiliki sedikit kekurangan yaitu semua adegan horor selalu berakhir dengan terbangunnya Greta dari mimpi. Lagi-lagi penonton dibuat geram melihat akhir adegan horor yang ternyata hanyalah mimpi Greta saja.
Nyatanya, boneka Brahms tak seseram Annabelle dan Chucky. Perbedaan ketiganya sangat jelas yakni dari segi penampilannya. Brahms terlihat elegan dengan kostum yang dipakainya dan manis dari perawakannya. Berbeda dengan Annabelle maupun Chucky yang berwajah menyeramkan.
Kendati begitu, ketidakseraman boneka horor kali ini menjadi ciri khas The Boy. Kekurangan ini tidak terlalu berdampak buruk dan justru menjadi pembeda dengan film horor lainnya. Film ini berhasil mendapat rating yang cukup besar di IMDB sebesar 7,3 dan masuk nominasi World Soundtrack Award kategori Discovery Of the Year tahun 2016.