Pukul tiga pagi
Tertatih-tatih langkah kaki
Berusaha pergi menjemput asa Sang Ilahi
Meneroka resah atma dan hati
Mengadu seraya menunduk dalam tangis yang terisak-isak
Perih batin dan hampir gila
Ingatan masa kecil tersirat di dalam akara
Bersama seorang pria paruh baya
Di mana segalanya belum dipenuhi oleh banyak kedukaan
Katanya, aku adalah Si Kesayangan
Namun realitanya hanyalah mendapat sebongkah tekanan
Tekanan ketika rangkaian tahun tak kunjung menghadiahi kita temu
Katanya, aku sedang diperjuangkan
Tapi untuk apa jika yang berjuang sudah merasakan sakit yang berkepanjangan
Isak tangis makin merajalela
Sungguh, aku pernah memohon dengan begitu sadrah agar Ia bersedia beristirahat
Karena tak sanggup mendengar rintihan sakitnya di ujung telepon genggam
Sebab sedari dulu sudah dikatakan
Bekerjalah sebisanya, menafkahilah semampunya saja
Tak perlu rela sampai bongko nantinya hanya demi aku
Saban waktu khawatir menggilai pikiranku
Begitu keras kepalamu hingga kadang aku meradang
Namun segala ocehanku sedikit didengar
Sekarang, yang mampu kulakukan adalah merapal selaksa do’a untukmu
Panutanku
Kembalilah bangkit, kesehatanmu sangat kuharapkan saat ini