Oleh: Annisa Octavi Sheren
Medan, wacana.org — Penyintas kekerasan seksual Mila Ulfah mengatakan keberanian bersuara adalah bentuk keberdayaan. “Dulu ku merasa tidak berdaya, dan itu salah,” ungkapnya dalam diskusi Open House Komunitas Perempuan Hari Ini dengan tema Bergerak Serentak Mendukung Gerakan Perempuan Kuat dan Berdaya, Sabtu (6/2) di Literacy Coffee.
Menurut Mila, adanya keberanian untuk menyuarakan dan memperjuangkan keadilan sebagai korban menunjukkan kekuatan dan keberdayaan penyintas sehingga merupakan suatu kemuliaan. “Karena yang dilawan bukan cuma pelaku, tapi juga yang berkepentingan,” ungkap Mila.
Ia menambahkan adanya relasi kuasa menjadi tantangan dalam menghadapi kasus kekerasan seksual. Sebab ada pengaruh kekuasaan yang dimiliki pelaku atas korban membuat korban dianggap tidak berdaya.
Mila mengungkapkan butuh keberanian besar untuk dapat bangkit dari pengalaman buruk dan melawan pelaku kekerasan seksual. Ia menambahkan lingkungan yang lekat dengan patriarki membuat korban kekerasan seksual kerap justru disalahkan dan mengalami kesulitan mengakses keadilan bagi dirinya, terutama bagi perempuan.
Mila berharap adanya korban yang menjadi penyintas dapat berperan dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual, terutama oleh pelaku yang sama. Ia juga berharap para korban dan penyintas kekerasan seksual dapat bangkit dan meyakini keberdayaan dirinya. “Jangan anggap diri kita lemah. Kita semua berdaya”, tuturnya.
Tesalonika Putri Eklesia peserta diskusi tersebut mengatakan ia sepakat bahwa menjadi penyintas adalah kemuliaan sebab kemampuan untuk bangkit dari segala dampak kekerasan seksual itu tidak mudah, terutama secara psikologis. Ia mengapresiasi penyintas yang berani bersuara dan melawan.
Ia berharap korban dan penyintas dapat menjangkau perlindungan dan penyembuhan diri. “Jangan ngerasa sendiri, karena banyak orang orang baik di belakang kalian yang akan selalu setia mendampingi,” tutupnya.