
Oleh: Jennifer Smith L. Tobing
Medan, wacana.org – Perwakilan Masyarakat Adat Ompu Raja Naso Malo Marhohos Pasaribu Natinggir, Rumenti Pasaribu, menyampaikan keluhan tentang konflik agraria di Sumatra Utara (Sumut). Hal ini disampaikan dalam diskusi publik yang digelar oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) di Hotel Hermes Palace Medan, Selasa (30/9/2025).
Diskusi dipandu oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Tonggo Simangunsong. Pada sesi tersebut, Rumenti menyoroti bahwa lahan pertanian dianggap telah dikuasai oleh PT. Toba Pulp Lestari dengan tidak berperikemanusiaan.
“Mengapa pemerintah bisa segampang itu memberikan tanah kepada perusahaan, tetapi ketika masyarakat adat ingin mengakses tanah untuk lahan pertanian, satu hektar saja susah. Kami tidak mau dipaksa menjadi buruh di tanah kami sendiri,” keluhnya.
Humaidir Sialagan dari Komunitas Adat Dolok Parmonangan, berpendapat bahwa pemerintah lalai dalam mengawasi perusahaan. “Perusahaan selalu berdalih punya izin, tetapi ketika ditanya batas wilayah dan peta konsesi, mereka tidak bisa menunjukkan. Ini artinya pemerintah asal tunjuk tanpa melihat ada penduduk di sana,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, Basarin Yunus, mengatakan aspirasi masyarakat telah dicatat. “Masalah ini tidak bisa selesai seketika. Ada kewenangan pemerintah pusat dan ada keterlibatan aparat penegak hukum. Pemprov tidak menoleransi intimidasi terhadap masyarakat,” sampainya.
Basarin menambahkan bahwa sejumlah lahan konsesi telah dieksekusi, meski masih ada yang ditangani oleh Badan Pertahanan Nasional (BPN). “Ke depan, apakah tanah tersebut bisa didistribusikan kepada masyarakat, itu keputusan pemerintah pusat yang perlu kita suarakan bersama,” ujarnya.