
Oleh: Sepania Margareta Hutabarat
Medan, wacana.org — Puluhan massa dari komunitas masyarakat adat menggelar unjuk rasa di depan Pengadilan Tinggi Medan. Aksi dilakukan untuk mengawal proses hukum tokoh adat, Jonny Ambarita, yang ditangkap sejak Juli 2024 atas tuduhan tindak pidana kekerasan terhadap karyawan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Perwakilan masyarakat adat, Hendra Sinurat, pada Kamis (20/02/2025), menuntut Majelis Hakim untuk objektif dalam menilai kasus. “Ini bukan sekedar soal kekerasan, melainkan ada efek turunan dari sengketa lahan. Kami harap pemerintah serta pengadilan harus lebih progresif dan bisa mencegah kasus seperti ini terjadi,” tukasnya.
Hendra menambahkan, aksi dilaksanakan sebagai lanjutan dari gelombang protes sebelumnya, yang dipicu oleh putusan Pengadilan Negeri Simalungun yang dinilai tidak berpihak pada keadilan. Dengan menjatuhkan hukuman satu tahun dua bulan dan satu tahun dalam dua perkara yang berbeda kepada Jonny Ambarita.
Dalam aksi ini, turut serta istri Jonny Ambarita yang memohon kepada pengadilan untuk membebaskan suaminya. Ia berharap, dapat berakhir layaknya kasus Sorbatua Siallagan, yang juga ditangkap oleh aparat karena masalah tumpang tindih lahan adat. Akhirnya dinyatakan tidak bersalah pada 17 Oktober 2024 oleh Pengadilan Tinggi Medan.
Menanggapi hal ini, perwakilan Pengadilan Tinggi Medan, Syamsul Bahri, mengatakan bahwa pihak pengadilan terbuka dan akan menampung aspirasi masyarakat. “Kami sangat menghargai aspirasi dari masyarakat dan pasti akan memberi keadilan, tetapi jangan dipaksa,” pungkasnya.