Oleh: Amelia Ramadhani
BOPM WACANA | Mahasiswa Sastra Cina keluhkan tidak adanya dosen dari Tiongkok untuk Departemen Sastra Cina pada semester ini. Seperti yang disampaikan mahasiswa Sastra Cina 2013 Nadia. Ia bilang tidak adanya dosen dari Tiongkok tersebut membuat proses belajar bahasa Mandarin terganggu.
Nadia menjelaskan dosen dari Tiongkok perlu diadakan karena dalam bahasa Mandarin terdapat beberapa nada pengucapan. Dengan adanya dosen dari Tiongkok, lebih jelas penegasan nada dalam pengucapannya. Pengucapan dosen dari Tiongkok pun lebih baik dari dosen Indonesia. “Lebih fasih juga kita jadinya,” tuturnya.
Senada dengan Nadia, Selvia Juwita Sianturi, mahasiswa Sastra Cina 2012 juga nyatakan kekecewaannya. Selain pengucapan yang lebih jelas, Selvia bilang dosen dari Tiongkok juga jadi motivasi belajar. Ia mengatakan jika belajar dengan dosen dari Tiongkok semua harus berbahasa Mandarin, jika tidak mereka tidak mengerti. “Dari situlah letak motivasinya, kita harus bisa berkomunikasi dalam bahasa Mandrin,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Departemen Sastra Cina T Thyrhaya Zein mengatakan masalah pengadaan dosen dari Tiongkok ini terkendala pembuatan visa izin mengajar mereka. Pembuatan visa dilakukan setelah adanya seleksi pengiriman dosen dari Tiongkok sendiri. Proses seleksi diadakan setiap Januari dan Juli. Pada Juli lalu, belum ada kepastian perpanjangan kontrak USU dan Jinan University, sehingga dosen untuk USU tidak dijatah.
Thyraya bilang pengganti dosen dari Tiongkok itu yakni dengan didatangkannya alumni Sastra Cina yang telah menempuh pendidikan strata dua di Tiongkok. Kualitas alumni tersebut pun sudah menyamai kualitas dosen dari Tiongkok.
Namun, mahasiswa masih merasakan perbedaan ketegasan nada pengucapan nada dari dosen Indonesia dan dosen dari Tiongkok.
Pendatangan dosen ini merupakan kerja sama antara USU dengan Jinan University di Tiongkok.