Oleh: Tantry Ika Adriati
Ada 1.565 tenaga pendidik terdata di USU hingga 17 Oktober ini. Kenyataannya ada beberapa fakultas yang minim jumlah dosennya. Jumlah dosen dan mahasiswanya tak sebanding dengan ketentuan. Pasalnya, untuk fakultas eksakta, rasio jumlah dosen dengan mahasiswa harus satu banding dua puluh. Sedangkan, rasio jumlah dosen dan mahasiswa fakultas non-eksakta harus satu banding tiga puluh. Apa saja lima fakultas dengan jumlah dosen paling sedikit di USU? Berikut uraiannya.
- Fakultas Farmasi (FF)
Di FF ada 58 dosen tetap dan sepuluh dosen tidak tetap. Rasio jumlah dosen dan mahasiswanya satu banding 25. Kini FF miliki 1.500-an mahasiswa. Alvida Dwijayanty, mahasiswa FF 2012 merasakan kekurangan dosen ini di beberapa mata kuliah. Beberapa dosen yang tidak bisa hadir saat belajar melakukan kuliah ganti untuk menggenapkan kewajiban pertemuannya. “Jadi susah menyesuaikan waktunya, kita kan banyak praktikum.” Alvida bilang untuk mengurangi kegiatan kuliah ganti ini seharusnya ada beberapa dosen yang bisa menggantikan satu dosen jika berhalangan hadir.
- Fakultas Keperawatan (FKep)
FKep memiliki 34 dosen tetap dan empat dosen tidak tetap. Jumlah dosen ini masih satu banding tiga puluh dengan mahasiswanya yang berjumlah 1.225. Setiap tahun, FKep direncanakan dapat formasi dua dosen lulusan strata 2 (S2), namun tidak selalu dapat. “Namanya saja dosen S2, susah kan di Indonesia,” kata Wakil Dekan II Evi Karota Bukit.
Dampak kekurangan dosen ini sebenarnya diminimalkan FKep dengan kehadiran dosen luar biasa yang berasal dari Rumah Sakit Adam Malik, Rumah Sakit Pirngadi, Rumah Sakit USU dan rumah sakit jiwa. “Dosen ini enggak tetap, mereka yang menentukan jumlahnya,” jelasnya. Ada sekitar lima puluh lebih dosen luar biasa yang mengajar praktik mahasiswa FKep.
- Fakultas Kehutanan (Fahuta)
Di urutan ketiga ada Fahuta dengan 34 dosen tetap dan satu dosen tidak tetap. Dengan jumlah mahasiswa 734 orang, rasio dosen dan mahasiswa Fahuta ialah satu banding dua puluh. Fahuta belum dapat formasi dosen dari pemerintah.
Meskipun rasionya memenuhi standar, mahasiswa Fahuta 2013 Fahrul Rozi Panjaitan merasa Fahuta tetap butuh penambahan dosen. Sebab di tahun berikutnya pasti terjadi penambahan kuota mahasiswa baru. “Apalagi nanti kita punya empat program studi,” ujar Rozi. Empat program studi ini adalah Konservasi Sumber Daya Lingkungan dan Ekowisata, Silvikultur, Manajement Hutan, dan Teknik Hasil Hutan.
- Fakultas Psikologi (FPsi)
Di urutan kedua ada FPsi dengan 33 dosen tetap dan empat dosen tidak tetap. Lalu ada lima dosen luar biasa. Menurut Jumani, Kepala Kepegawaian FPsi, sebenarnya untuk fakultas ini jumlah dosen ini cukup bagi mahasiswa FPsi yang jumlahnya sekitar delapan ratus mahasiswa. Sebab, bagi jurusan non-eksakta rasio dosen dan mahasiswanya harus satu banding tiga puluh. “Tapi sebenarnya masih belum efektif,” katanya.
Sedikitnya dosen ini berpengaruh pada proses pembelajaran. “Kalau banyak dosen, yang selama ini capek ngajar bisa terbantu,” kata Jumani. Pun, FPsi hanya mendapat formasi dua dosen tahun lalu. Namun masih belum mengantongi surat keputusan dari rektorat.
- Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (Fasilkom-TI)
Fasilkom-TI adalah fakultas dengan jumlah dosen paling sedikit di USU. Terdata 22 dosen dosen tetap dan lima dosen tidak tetap mengajar di Fasilkom-TI. Wakil Dekan II Fasilkom-TI Sawaluddin mengatakan jumlah dosen sebanyak itu sebenarnya belum memenuhi standar dosen eksakta. “Dosen kita cuma satu banding tiga puluh dengan jumlah mahasiswanya,” sebutnya.
Padahal fakultas eksakta harus memiliki dosen satu banding dua puluh dengan jumlah mahasiswanya. Setiap tahun Fasilkom-TI selalu dapat formasi sebanyak empat dosen dari pusat, namun yang diberikan hanya dua dosen. Hal ini sebenarnya disebabkan Fasilkom-TI masih tergolong fakultas baru di USU. Di awal berdirinya pada tahun 2011 Fasilkom-TI dapatkan delapan belas dosen tetap, menyusul tiap tahun dengan penambahan dua dosen. Namun kekurangan dosen ini dapat ditanggulangi dengan dosen USU dari luar Fasilkom-TI. Kebanyakan berasal dari FMIPA. “Jadi kalau proses pembelajaran tetap jalan,” kata.