BOPM Wacana

Komunitas PHI Gelar Diskusi Bertajuk “Perempuan, Ketubuhan dan Seks dengan Konsen”

Dark Mode | Moda Gelap
Dari kiri, Sheren (Moderator), Nurul Nayla Azmi (Founder Nuraga Bhumi), Ester Pandiangan (Penulis buku), Lusty Ro Manna (Pegiat Isu Feminis) dalam agenda diskusi publik PHI di Kopi Bahagia, Jl. Perintis Kemerdekaaan, Sabtu (05/10/2024). | Ruth Cinthia Sianturi
Dari kiri, Sheren (Moderator), Nurul Nayla Azmi (Founder Nuraga Bhumi), Ester Pandiangan (Penulis buku), Lusty Ro Manna (Pegiat Isu Feminis) dalam agenda diskusi publik Perempuan Hari Ini (PHI), Sabtu (05/10/2024). | Ruth Cinthia Sianturi

Oleh: Ruth Cinthia Sianturi

Medan, wacana.org- Komunitas Perempuan Hari Ini (PHI) telah menggelar diskusi publik bertajuk “Perempuan, Ketubuhan dan Seks dengan Konsen” yang dilaksanakan pada 5 Oktober 2024. Gelaran ini berlangsung di Kedai Kopi Bahagia Selalu, Jl. Perintis Kemerdekaan, Sabtu (05/10/2024).

Diskusi ini mengundang beberapa narasumber, yakni Ester Pandiangan penulis buku berjudul “Seks Kita Memang Perlu Dibantu”, Lusty Ro Manna pegiat isu feminis sekaligus Pendiri PHI, dan Nurul Nayla Azmi selaku Pendiri Nuraga Bhumi. Adapun tujuan dari diskusi ini adalah untuk memberdayakan perempuan dalam mengeksplorasi tubuhnya secara holistik, serta berdialog tentang bagaimana memahami seks, cinta dan kebahagian tanpa intimidasi siapapun.

Lusty memberikan tanggapannya mengenai keresahan perempuan yang sejak kecil diarahkan pada norma heteronormatif yang mengharuskan mereka menikah dengan laki-laki. Di sisi lain, tidak pernah ada semacam penghayatan dari dalam diri mengenai kenyataan bahwa perempuan mungkin memiliki orientasi seksual yang berbeda. “Ada jembatan yang diputuskan ketika membicarakan sensualitas dengan keimanan, seolah-olah gereja, mesjid ataupun rumah ibadah lain itu menutup pembahasan soal seks dan menutup pembahasan soal perempuan,” jelasnya.

Topik diskusi ini sangat relate dengan masa kini, berawal dari pengalaman perempuan yang tidak mengenal tubuhnya maka seringkali ia diintimidasi secara psikologis. Ketika perempuan menjalin hubungan, intimidasi dengan bumbu romantisme pada akhirnya memaksanya untuk memberikan tubuhnya padahal belum pernah punya pengalaman atas eksplorasi tubuhnya sendiri.

Selain itu, Lusty juga memaparkan perempuan di desa justru tidak sejahtera secara psikososial tentang seks, mereka tidak punya kesempatan untuk mengeksplor tubuhnya ketika dipaksa menikah di bawah umur. Tetapi hal tersebut tidak menjadikan perempuan lain lebih hebat dari perempuan yang pada akhirnya memilih untuk menikah. “Pengalaman ketubuhan perempuan satu dengan perempuan yang lainnya itu akan sangat jauh berbeda, pesan dan harapannya semoga kita sama-sama menjadi perempuan yang mendukung perempuan dalam hal yang positif,” ujarnya.

Salah satu peserta yang hadir, Johanna, turut senang mendapatkan banyak sekali ilmu dari diskusi ini. Ia berharap diskusi-diskusi seperti ini dapat membuat perempuan tertarik dalam menambah ilmu mereka tentang sensualitas. “Semoga perempuan mau terbuka dan tidak segan untuk datang berdikusi mengenai hal yang dianggap tabu, karena sebenarnya banyak ruang aman untuk perempuan bisa berdiskusi,” tuturnya.

 

 

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4