BOPM Wacana

Empat Belas Tahun Menuju Masa Kejayaan

Dark Mode | Moda Gelap

Oleh: Amelia Ramadhani

Lindswell Kwok memperoleh medali emas pada World Wushu Champoinship 2015 di Singapura. | Tantry Ika Adriati
Lindswell Kwok memperoleh medali emas pada World Wushu Champoinship 2015 di Singapura. | Tantry Ika Adriati

Wushu identik dengan kesabaran dan ketenangan. Butuh waktu lama untuk memahami satu jurus saja. Lindswell Kwok harus rela menunggu selama empat belas tahun demi kestabilan emosi dan prestasi.

Jari kaki itu kembali menyentuh matras warna biru setelah berhasil berputar tiga ratus enam puluh derajat. Proses mendarat yang kurang sempurna membuatnya sedikit tergelincir. Namun ia berhasil membalas sorakan kecewa penonton dengan menyuguhkan lompatan kedua. Lompatan ini jugalah yang akhirnya mematahkan harapan kontingen asal provinsi lain untuk mendapatkan medali emas di perhelatan besar tahun ini, Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX yang diadakan di Jawa Barat sejak 16 September sampai 29 September 2016.

Lindswell Kwok, atlet wushu juara dunia asal Sumatera Utara berhasil meraih dua medali emas sekaligus di perhelatan PON XIX yang dilaksanakan di aula Padjajaran, Jawa Barat pada tanggal 17-18 September lalu. Taolo taiji quan (jurus tangan kosong) dan taolo taiji jian (jurus pedang) menjadi jurus andalan Lindswell setiap mengikuti turnamen. “Walau dapat emas, aku masih belum puas karena penampilanku kurang maksimal,” ujarnya.

Kestabilan emosi wajib dijaga setiap atlet wushu. Emosi yang tidak stabil bisa saja mempengaruhi kualitas atlet saat bermain di arena. Hal ini merupakan tantangan berat yang harus dikalahkan oleh Lindswell saat turun ke arena di berbagai pertandingan. Rasa gugup dan groginya saat bertanding di PON XIX beberapa waktu lalu, membuat penampilannya kurang maksimal.

Ketidakstabilan emosi ini juga yang ia rasakan pada tahun 2010 silam. Setelah digadang-gadang menjadi salah satu kontingen terkuat untuk memperoleh emas di ASIAN Games. Indonesia dinobatkan sebagai negara pendulang emas terbanyak kala itu. Hanya menunggu satu sesi lagi untuk mewujudkan Indonesia menjadi juara umum di bidang olah raga wushu. Sayang, harapan semua orang tidak bisa diwujudkan oleh Lindswell. Ia hanya mampu menduduki posisi keenam.

Tekanan dari berbagai pihak dan pengharapan dari semua lini membuat Lindswell tidak bisa menguasai perasaan dan pikirannya. Ia semakin tertekan ketika menyadiri hanya ialah satu-satunya atlet yang ditunggu untuk menyempurnakan perolehan Indonesia di ASIAN Games. Selain tidak bisa menstabilkan mental, kegagalan Lindswell saat itu juga dipengaruhi oleh cidera lutut yang ia alami.

“Aku lebih fokus ke tujuan juaranya, bukan untuk tampil maksimal.,” ujarnya.

Lindswell terpukul telak dengan kekalahannya. Ia sempat uring-uringan selama satu bulan. Rasa malu karena tidak bisa membawa pulang emas membuatnya tidak berani untuk berjumpa dengan orang-orang di sekelilingnya.  “Saking malunya, sempat enggak mau ikut latihan wushu lagi,” tambahnya.

Pribadinya yang tertutup membuatnya susah untuk berbagi kesedihan dengan beberapa sahabat atau orang-orang terdekatnya. Perasaan malu dan malas berlatih dipendamnya sendiri. Namun ia tetap memaksakan diri untuk berlatih di padepokan.

Selama sebulan, ia berlatih sesuka hati. Hanya saja ada beberapa senior dan juga pelatih mulai menceritakan pengalaman-pengalaman gagal mereka. “Ko Iwan—Iwan Kwok, saudara laki-laki tertua Lindswell—juga cerita gimana rasanya waktu ia gagal dulu,” sambungnya.

Satu bulan bersama cerita kegagalan dari orang lain berhasil membuka mata dan membuatnya berusaha untuk bangkit lagi. Lindswell yang awalnya hanya berlatih karena terpaksa memulai untuk mengenali dirinya kembali dengan cara mengevaluasi kesalahannya di arena pertandingan. Ia berjanji untuk memboyong emas di ajang Sea Games 2011.

Semangat yang selalu ia pupuk akhirnya membuahkan hasil yang setara. Ia berhasil membawa pulang medali emas pada kategori taolo taiji jian dan taolo taiji quan. Dari awal ia telah optimis dan memprediksi akan memperoleh emas. Tahun 2011 merupakan perolehan emas  kedua Lindswell setelah sukses pada pertandingan World Wushu Championship yang diadakan di Ontario, Kanada.

Tahun 2011 bisa dijadikan sebagai awal dari kestabilan prestasi Lindswell. Selama empat tahun berturut-turut ia berhasil mendulang emas dari kedua jurus yang ia jagokan. Pertandingan berikutnya di tahun 2013, ia kembali dinobatkan sebagai World Wushu Championship yang diselenggarakan di Malaysia untuk taolo taiji jian dan  taolo taiji quan. Tak berhenti di situ, ia kembali muncul di SEA Games dengan dua emas. Dalam waktu dekat ia juga akan mengikuti Taiji II yang akan diadakan di Polandia pada tanggal 13-21 Oktober mendatang.

 

***

            Wushu bukanlah seni bela diri yang diperlombakan di tingkat nasional maupun internasional. Wushu adalah seni berperang yang dipelopori oleh Negeri Tirai Bambu. Ada beberapa taktik, teknik, tipu muslihat, dan spionase yang digunakan untuk melumpuhkan lawan. Tak bisa dipungkiri, terkadang jumlah lawan lebih banyak dibandingkan jumlah tentara yang diturunkan. Jika tidak menguasai teknik berperang dengan baik, dalam sekejap tentara akan habis terbunuh.

            Wushu memiliki banyak aliran dan jurus. Lindswell yang memiliki karakter lembut dan bergerak lambat difokuskan untuk mendalami taolo taiji jian dan taolo taiji quan. Bruce  Lee dengan karakter tegas dan pergerakan yang cepat akhirnya mendalami jurus yongchunquan atau lebih dikenal dengan wing chun,  dan Jet Li berhasil menyabet juara dunia selama lima kali berturut-turut karena jurus tinju dan daoshu.

            Jika dikatakan belajar wushu adalah melatih kesabaran, Lindswell tersenyum mengiyakan. Dibutuhkan waktu yang luar biasa lama untuk bisa mahir di satu jurus saja. Bagi mereka yang beranggapan dua tahun adalah waktu yang lama, agak susah untuk belajar wushu. Sebab belajar satu jurus wushu  bisa menghabiskan waktu hingga lima tahun lebih.

            Walaupun sudah bersentuhan dengan wushu sejak kecil, namun ia baru tertarik untuk menekuninya pada usia sebelas atau dua belas tahun. Awalnya Lindswell dipaksa oleh kakak tertuanya Iwan Kwok untuk ikut berlatih. Namun ia sama sekali belum tertarik. Ia selalu malas untuk datang latihan apalagi kalau berlatih dengan pelatih yang galak.

            Semasa kecil, Lindswell tidak menyukai azas kedisiplinan yang diterapkan di padepokannya, Yayasan Kusuma Wushu Indonesia (YKWI) Medan. Setiap anak yang datang terlambat akan diberi hukuman. Ia termotivasi setelah melihat beberapa seniornya muncul di televisi karena memenangkan berbagai macam perlombaan. Ia menunjukkan keseriusannya dengan meminta Iwan mengajarinya secara langsung. “Aku private sama Ko Iwan,” sambungnya.

            Iwan adalah sosok pertama yang memperkenalkan olahraga ini kepada Lindswell ketika ia masih berusia enam tahun. Iwan melihat adanya potensi luar biasa yang nanti bisa diraih Lindswell karena ia memilki postur tubuh yang cocok dengan wushu. Iwan meyakini wushu  sangat baik untuk kesehatan sehingga ia memaksa Lindswell untuk berlatih sejak dini. Lindswell kecil yang sangat pintar dan memiliki tubuh yang lentur dipaksa Iwan untuk berlatih supaya ia bisa mengimbangi kepintarannya dengan emosi yang stabil.

            Setelah berlatih secara privat dengan Iwan, Lindswell terpilih menjadi tim inti. Hal ini tentu membawa semangat baru sekaligus masalah baru bagi Lindswell. Semangat baru karena diiming-imingi akan diajak mengikuti turnamen nasional atau akan dikirim untuk latihan ke Tiongkok. Sedangkan kabar buruknya adalah Lindswell sama sekali tidak bisa meninggalkan padepokan karena harus berlatih secara intensif. Ia hanya diizinkan pulang ke rumah orang tuanya sekali dalam seminggu.

            Lindswell jarang datang ke sekolah karena harus mengikuti berbagai kejuaraan dan rajin meninggalkan Indonesia untuk berlatih ke Tiongkok. Ia masuk sekolah selama tiga bulan dalam satu semester. Ia berlatih dengan tekun hingga akhirnya dinobatkan menjadi juara World Wushu Junior Championship yang diadakan di Singapura pada tahun 2008.

            “Aku di sini biasanya ya sama Dessy,” ujarnya memperkenalkan sahabat satu padepokannya Dessy Indri Astuti. Mereka pertama kali berjumpa saat masih menjadi murid anak-anak di YKWI. Dessy dan Lindswell juga termasuk ke dalam tim inti dan sering dikirim untuk berlatih ke Tiongkok. Namun Dessy tidak aktif lagi untuk bertanding karena ia harus fokus menyelesaikan studi ilmu kedokterannya di USU. Dessy menyebut Lindswell adalah sosok yang perfeksionis dalam segala bidang. Ia selalu memperhitungkan penampilannya supaya tetap maksimal.

            Lindswell dan Dessy terkekeh mengenang masa-masa mereka baru tamat SMA dan mendapatkan kebebasan untuk bepergian. Biasanya mereka berburu kuliner hingga pukul 22.00 WIB kemudian kembali ke padepokan untuk beristirahat. Hal yang rutin mereka lakukan adalah saling memijit untuk merilekskan kembali otot-otot setelah berlatih dari pagi sampai sore.

            Dessy dan Lindswell pernah mengalami masa-masa sulit dan bosan ketika harus dikarantina. Mereka sama sekali tidak diizinkan pergi, “Paling kita cuma pergi makan saja selesai latihan, kan Des?” ujar Lindswell memastikan.

            Bagi Dessy Lindswell adalah sosok yang tegas, berprinsip dan disiplin dalam berlatih. Ia juga tidak bisa meragukan kualitas Lindswell saat ini karena perkembangan Lindswell  terbilang pesat jika dibandingkan dengan anak-anak lainnya. “Wajar sih dia muncul dengan sosoknya yang sekarang,” tutup Dessy.

            Hasil jerih payah Lindswell untuk berlatih akhirnya mampu membawa nama Indonesia diperhitungkan di kancah internasional. Kemampuan Lindswell saat ini dianggap Iwan sebagai hal yang menggembirakan. Video Lindswell saat berlatih atau sedang mengikuti turnamen banyak dipakai oleh padepokan wushu di negara lain sebagai acuan dalam berlatih.

***

“Aku mau pensiun,” ujarnya kemudian diikuti senyum.

Menggeluti wushu dari usia enam tahun hingga ia berumur dua puluh lima tahun saat ini telah membuatnya puas untuk berbagai pencapainnya. Ia akan mecoba hal baru dengan dunia yang baru juga. Namun ia belum bisa memastikan tahun berapa ia akan benar-benar berhenti dari dunia wushu.

Untuk PON berikutnya, ia telah memastikan untuk tidak ikut berpartisipasi lagi. bukan takut akan usianya yang nanti sudah menginjak dua puluh delapan tahun. Hanya saja ia ingin mencoba hal baru, seperti mendirikan bisnis atau mungkin saja menikah. “Karena perempuan enggak harus sampai yang gimana kali pencapainnya, ya!” ujarnya sambil tertawa.

Foto: Tantry Ika Adriati
Foto: Tantry Ika Adriati

“Kalau berhadapan dengan Indonesia, mereka bakal bikin strategi khusus,” Lindwell kwok

Lindswell merasa cukup puas setelah berhasil mendapatkan medali emas di Sea Games yang diadakan di Singapura tahun lalu. Namun saat ini ia masih belum bisa berhenti dari dunia wushu. Sebab ada beberapa pertandingan yang harus ia ikuti seperti Taiji Jian II di Polandia di tanggal 13-21 Oktober mendatang.

Setelah pensiun nanti ia berharap wushu tetap terkenal tidak hanya di Medan tapi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Karena wushu termasuk cabang olah raga baru yang dikembangkan di Indonesia, tidak jarang ia menjumpai orang-orang yang tidak mengetahui apa itu sebenarnya wushu. Ia mengaku kewalahan untuk menjelaskan kepada masyarakat  jika mereka mempertanyakan oleh raga wushu.

Prestasi Indonesia yang cukup baik di mata Internasional harus ditingkatkan lagi oleh para penerusnya nanti. Saat ini di mata dunia Indonesia termasuk negara yang diperhitungkan, “Kalau berhadapan dengan Indonesia, mereka bakal bikin strategi khusus,” ungkapnya.

Selain eksistensi yang harus dipertahankan, ada hal-hal yang harusnya diperhatikan oleh pelatih dan juga pengurus yayasan. Ego masing-masing dan keinginan untuk muncul sebagai yang terbaik harus dikesampingkan sebab ada generasi baru yang harus diperhatikan.

Tulisan ini bernah dimuat dalam Rubrik Figur Majalah SUARA USU Edisi 7.

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4