Oleh: Redaksi
Hingga kini sisa dana pemilihan umum raya (pemira) tahun lalu belum kembali ke USU. Kalau memang tak berniat korupsi, selayaknya uang mahasiswa yang diamanahkan itu benar-benar dipertanggungjawabkan.
Kondisi perpolitikan USU sempat miris tahun lalu. Presiden mahasiswa masih duduk di singgasananya meski periode jabatannya telah habis. Setelah sekian lama, akhirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) USU 2016 dibentuk.
Perjalanan KPU USU 2016 ini pun ternyata juga ikut-ikutan miris. Sang ketua mundur dari jabatannya dalam waktu singkat. Sekretaris jenderal (sekjen) naik menggantikannya. Lalu posisi sekjen digantikan oleh koordinator hubungan masyarakat (humas).
Masalah internal tersebut membuat jalannya Pemira USU tersendat-sendat. Setelah ‘reshuffle’, barulah KPU USU 2016 mulai benar-benar bekerja.
Demi kelangsungan Pemira USU 2016, KPU USU lalu meminta bantuan dana pada rekorat. Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan Pemira USU 2016. Mulai dari dana sosialisasi hingga kebutuhan saat pemira berlangsung seperti surat suara, menyewa tenda di setiap fakultas, hingga kebutuhan logistik lainnya. Bahkan, KPU sempat bilang mau membuat jaket dinas khusus untuk anggota KPU yang akan dipakai pada hari-H.
Maka, KPU mengajukan kebutuhan bantuan dana sebesar Rp70 juta dan cairlah uang senilai Rp35 juta.
Setelah semua hal tersedia, sayangnya 19 Mei 2016 menambah catatan buruk bagi perjalanan perpolitikan di USU. Pesta demokrasi ini berlangsung kisruh di beberapa fakultas. Wakil rektor I akhirnya meminta KPU USU menarik semua kotak suara di fakultas pada sore hari. Penghitungan surat suara tak dilakukan. Pemira batal.
Setelah semua kegaduhan itu, alih-alih berbenah dan berusaha untuk mengadakan pemira kembali, satu per satu orang-orang KPU USU malah hilang. Bendahara memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya karena kondisi kesehatan, koordinator humas ikut pertukaran pelajar, dan yang lainnya tak pula menunjukkan diri di hadapan mahasiswa.
Akhirnya, surat keputusan (SK) mengenai masa jabatan KPU USU habis masanya pada akhir September. Pemira USU benar-benar gagal.
Laporanpertanggungjawaban KPU USU 2016 pun mulai dipertanyakan. Hingga akhir tahun 2016, barulah KPU USU 2016 menyerahkan LPJ-nya ke bagian kemahasiswaan USU. Itu masih menyerahkan, belum ada pembacaan langsung oleh KPU atas LPJ-nya hingga kini.
Dalam LPJ tersebut, KPU USU 2016 mencantumkan sisa dana pemira senilai Rp1.057.300. LPJ sudah diserahkan dan diterima oleh rektorat. Namun, sisa dana belum diserahkan kembali. Padahal, uang USU adalah uang mahasiswa.
Jadi, di mana uang mahasiswa itu saat ini?
Beberapa waktu lalu, sang bendahara mengakui dana tersebut memang belum dikembalikan ke USU. Ungkapnya, uang tersebut saat ini berada pada sekjen yang lama. Sekjen yang pertama kali ditunjuk saat struktur KPU USU terbentuk. Sekjen yang menggantikan posisi ketuanya saat memutuskan berhenti sebagai ketua.
Namun, saat dijumpai oleh SUARA USU, sekjen ini malah anteng-anteng saja dan justru mengaku tak tahu ada sisa dana pemira. Setelah pertemuan singkat itu, sekjen tak pernah mengonfirmasi kabar ini setiap dihubungi oleh SUARA USU.
Sang bendahara kembali mengonfirmasi dan menjelaskan mengenai sisa dana tersebut. Ia bilang uang sejumlah satu juta itu dipinjam oleh sekjen di awal terbentuknya KPU USU 2016. Saat KPU USU bahkan belum mulai bekerja. Transaksi tersebut diketahui oleh ketua saat itu.
Uang ini memang belum jelas keberadaannya. Menimbulkan pertanyaan di kalangan mahasiswa. Sudahlah pemira gagal, pertanggungjawaban tak dilakukan sesuai prosedur, dan sisa dana itu pun tak kembali ke universitas. Integritas KPU USU tahun lalu dipertanyakan karena terlalu menutup diri.
Bukan mau menggali luka lama. Atau mengungkit hal yang telah berlalu. Sebut saja kita sedang membicarakan hal yang memang belum selesai. Sebab biar bagaimana pun, KPU USU selayaknya transparan kepada mahasiswa.
Rektorat Pun Tak Menuntut
KPU USU 2016 merasa punya alasan kuat untuk tidak lagi mempermasalahkan sisa dana pemira tahun lalu; Rektorat tidak menuntut uang tersebut dikembalikan. Alasannya, karena USU sudah tutup buku untuk keuangan tahun 2016.
Wakil rektor I yang membawahi kemahasiswaan memang terang-terangan bilang kalau yang lalu tak perlu lagi dipermasalahkan. Bahwa KPU USU 2016 telah menyerahkan LPJ dan semua masalah telah selesai. Jika memang KPU USU 2016 belum mengembalikan uang yang dititipkan pada mereka untuk pesta demokrasi mahasiswa se-USU, lantas apanya yang sudah selesai?
Dengan tindakan seperti ini, justru rektorat seperti membesarkan bibit koruptor. Mahasiswa diajarkan untuk tidak mempertanggungjawabkan tugasnya hingga akhir. Pelarian uang USU dibiarkan. Padahal, meski hanya ‘sejuta’, itu juga uang mahasiswa USU, kan?
Jika memang ingin mendidik mahasiswa, rektorat harusnya tegas. Apalagi ini soal finansial. Hal yang lumayan sensitif. Rektorat seyogyanya mengajarkan mahasiswa untuk bertanggung jawab dan tidak belajar untuk korupsi di usia muda ini.
Toh, sisa dana tersebut masih sah-sah saja jika dikembalikan ke USU dan diakomodasikan untuk KPU USU periode 2017-2018, kan? Masih bisa digunakan untuk pemira tahun ini, kan?
Tapi, pantas saja masalah ini berlarut-larut hingga kini. Terlepas dari nominal uang yang ‘dipinjam’ tersebut, mahasiswa USU seharusnya kritis sejak awal. Kalau mahasiswa saja tak mempertanyakan, wajar saja tak ada yang merasa bersalah. Padahal, kan uang itu diminta atas nama seluruh mahasiswa USU dan memang untuk kepentingan mahasiswa. Sekali lagi, semua pihak merasa tak ada yang salah dengan sisa dana pemira yang masih ada di tangan KPU hingga kini.
Padahal, sistem pemerintahan di USU ini kan ibaratnya miniatur pemerintahan negara. Kalau ketua KPU di berbagai daerah saja selama ini banyak yang disidang di pengadilan tindak pidana korupsi, lantas kenapa negara USU kita ini adem-ayem saja, kawan?