
Oleh: Mayang Sari Sirait
Amati Karya, Amati Geni, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan. Empat hal yang dilakukan umat Hindu di Bali dalam Penyepian (Peringatan Tahun baru Saka).
Jika perayaan tahun baru Masehi yang penuh ledakan kembang api sana-sini, suara terompet yang memekakkan telinga, di Bali justru Nyepi diisi dengan kesunyian. Dimulai dari menyepi hingga melaksanakan Catur Brata. Semua kegiatan dihentikan, pemadaman listrik, meniadakan pelayanan umum bahkan menutup Bandara Internasional Ngurah Rai selama 24 jam penuh yang dimulai pada pukul 06.00 saat Nyepi berlangsung hingga pukul 06.00 satu tanggal kemudian.
Hal ini hanya dilakukan di Bali dan diikuti daerah sekitarnya seperti Kabupaten Probolinggo dan Pasuruan, Jawa Timur. Bahkan berlaku untuk seluruh masyarakat dan pendatang non Hindu sebagai bentuk toleransi.
Di Indonesia, Peringatan Tahun Baru Saka disebut Nyepi. Nyepi berasal dari kata sepi yang memiliki arti sunyi, senyap, lenggang, tidak ada kegiatan.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sanghyang Widhi Wasa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta).
Perayaan Nyepi, di Indonesia memiliki beberapa rangkaian peringatan. Mulai dari upacara melasti, mekiyis dan melis yang dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan dan segara. Dalam Rg Weda II. 35.3 dinyatakan Apam napatam paritasthur apah (Air yang murni baik mata air maupun dan laut, mempunyai kekuatan yang menyucikan), lalu melakukan pemujaan di Pura, Tawur Agung, Nyepi dengan melakukan Catur Brata Penyepian, hingga Ngembak Geni.
Catur Brata adalah empat pantangan bagi umat Hindu dalam penyepian. Mulai dari Amati Karya, Amati Geni, Amati Lelungan hingga Amati Lelunguan.

Pertama Amati Karya, pantangan untuk bekerja. Artinya menghentikan kerja atau aktivitas fisik untuk belajar dan refleksi diri atas hidup yang dijalani. Dalam hal ini manusia dapat melakukan evaluasi diri dalam pekerjaan selama setahun penuh.
Kedua, Amati Geni atau pantangan menyalakan api. Tidak ada api, listrik, lampu dan semua alat elektronik dimatikan. Api yang dimaksud juga bukan hanya ditujukan pada arti secara nyata, namun api dalam diri manusia seperti ego dan amarah. Nyepi mengajarkan untuk menahan amarah dan menekan ego masing-masing.
Ketiga, Amati Lelungan yang berarti pantangan berpergian. Bukan berarti hanya berdiam di rumah, tapi merenungkan kehidupan selama ini. Hal ini membuat manusia tidak berpikir liar dan mampu mengendalikan hal-hal negatif dalam diri.
Keempat, pantangan bersenang-senang atau Amati Lelanguan. Selama penyepian, umat Hindu dilarang bersenang-senang, menghibur diri atau melakukan kesenangan lainnya. Disarankan juga untuk berpuasa dan melakukan semadi—duduk bersila dalam bentuk meditasi.
Beberapa pandangan mengatakan Nyepi dan Tahun Baru Saka adalah hal yang berbeda, Tahun Saka, dimulai pada tahun 78 Masehi pada bulan Maret.
Tahun baru ini menjadi pertanda masyarakat India menata ulang kehidupan bermasyarakat dan beragama. Sebelumnya India sering mengalami konflik sosial berkepanjangan, seperti pertikaian antarsuku. Mulai dari suku Saka, Pahavia, Yueh Chi, Yavana hingga Malaya yang bergantian menang dan kalah dalam perebutan kekuasaan.
Pertikaian berhenti saat suku Saka yang kala itu dipimpin Raja Kaniskha I memenangkan perebutan kekuasaan tersebut serta membuatnya dinobatkan sebagai Raja dan turunan Saka tanggal 01 bulan 01 dan tahun 01 pada Maret 78 Masehi.
Kemenangan ini menandakan penyatuan bangsa dengan berbagai suku yang berbeda paham dan kepercayaan. Dengan ini, Tahun Baru Saka dianggap sebagai hari kebangkitan, pembaharuan, kebersamaan, toleransi, kedamaian dan kerukunan nasional yang disebarkan keseluruh dunai dimana umat Hindu berada.
Dalam mendukung Catur Brata Penyepian, Kementerian Komunikasi dan Informasi bahkan mengeluarkan Surat Edaran nomor 378 tahun 2018 yang mengimbau penyelenggara telekomunikasi termasuk penyedia layanan internet di bali untuk mematikan internet selama perayaan Nyepi.
Catur Brata Penyepian yang dimiliki Bali tentu sangat unik dan menarik perhatian dunia, bahkan menginspirasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menciptakan World Silent Day setiap 21 Maret.