Oleh: Mayang Sari Sirait
BOPM WACANA | Alumni Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Ian Pasaribu mengatakan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menimbulkan kontroversi karena dianggap tidak jelas dan anti kritik. Hal ini disampaikan Ian Pasaribu saat menjadi pemateri dalam Diskusi Publik Pemerintahan Mahasiswa (pema) FISIP di Pendopo FISIP, Rabu (7/3).
Ian mengatakan ada enam pasal yang menjadi kontroversi. Yakni pasal 73 ayat 3, ayat 4b, ayat 5 terkait Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya pasal 122 huruf K tentang jalur hukum bagi yang merendahkan kehormatan DPR. Kemudian pasal 245 ayat 1 dan ayat 2 tentang pemanggilan anggota DPR yang harus disetujui oleh Presiden.
Menurutnya, pasal 122 huruf K yang paling kontroversi. Ian mengatakan pasal tersebut tidak memiliki arti yang jelas dan pengertian yang berbeda untuk setiap orang serta terkesan anti kritik. “Misalnya kata merendahkan itu, merendahkan seperti apa? Masyarakat gak tau kategori merendahkan ini yang mana,” ungkap Ian.
Ian menyayangkan adanya pasal ini, dia merasa banyak masyarakat yang menjadi semakin takut untuk mengkritik karena akan dibawa ke jalur hukum. “Seakan-akan kalau mereka merasa terganggu ya sudah ke jalur hukum,” ujarnya.
Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik 2014 Deddy Hutapea merasa revisi UU MD3 konyol. Menurutnya, undang-undang ini hanya membicarakan dewan (perwakilan rakyat di pemerintahan), bukan tentang rakyat. Dia berharap dewan lebih banyak memikirkan rakyat dibanding kehormatan diri.
“Gak usah tuntut kehormatan, takut direndahkan, kalau kinerja bagus rakyat pasti hormat,” tutupnya.