Oleh: Tantry Ika Adriati
BOPM WACANA — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghapus pasal karet (pasal 27) pada Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal ini karena pasal karet tersebut dianggap menghambat kebebasan berekspresi masyarakat. “Pun, kebanyakan korban pasal ini adalah masyarakat biasa yang dilaporkan pihak berkuasa,” ujar Agoez Perdana, Ketua AJI Medan, Kamis (23/6) di sekretariat AJI Medan.
Agoez mengatakan latar belakang dibentuknya UU ITE tidak sesuai dengan penerapannya saat ini. Tujuan awal pembentukan UU ITE untuk mengatur transaksi online di Indonesia, salah satunya melindungi konsumen yang bertransaksi menggunakan kartu kredit. Pasal 27 ayat 1 misalnya, melarang setiap orang menyebarkan informasi yang melanggar kesusilaan sudah diatur dalam UU Pornografi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain itu, pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik juga sudah diatur dalam pasal 310 dan 311 KUHP. Pun, hukuman selama enam tahun penjara dan denda satu miliar rupiah bagi pelanggar pasal 27 dianggap berlebihan. Ia berharap pemerintah segera menghapus pasal tersebut, karena tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. “Jangan hanya dipertahankan karena kepentingan golongan saja,” tegasnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR Republik Indonesia Meutya Hafid sepakat dengan Agoez. Meutya mengatakan pasal tersebut sebenarnya sudah tercakup dalam KUHP. Namun DPR tak menghapus pasal 27 karena masih banyak fraksi yang merasa pasal ini harus ada. Sehingga titik temu revisi ini hanya pengurangan pidana pasal 27 dari enam tahun penjara menjadi empat tahun penjara. “Paling tidak, jika ada laporan, polisi tidak bisa langsung menangkap,” tutupnya.