“Aku dibentuk menjadi anak yang kuat seperti ibuku dan menjadi anak yang sabar seperti ayahku.”
Aku adalah Galang Tri Ardiansyah, dilahirkan oleh ibu yang bernama Clarisa Ariani dari ayah yang bernama Ferri Ardiansyah. Ibuku adalah seorang penyiar radio dan ayahku merupakan pengusaha di bidang kuliner. Aku dirawat dengan penuh kasih sayang dari mereka.
Walaupun mereka sibuk dengan pekerjaan yang padat, mereka tetap mampu menyempatkan waktu untuk bermain bersamaku. Aku juga sering dibawa ibuku saat ia bekerja. Di sela-sela pekerjaannya, ia selalu menghampiriku, memelukku, dan mencium pipi juga dahiku. Aku hanya tersenyum gembira dan meloncat-loncat dengan lincah. Dia sangat bahagia jika melihatku tersenyum padanya, dia menggendongku dan mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Anakku, mami sayang banget sama kamu”
Andai aku sudah pandai berbicara, aku akan menjawab, “Galang juga sayang sama mami.”
Ibuku adalah sosok yang paling kuat dalam menghadapi cobaan-cobaan yang menerpa hidupnya. Sebagai seorang penyiar radio tentu banyak rintangan yang dihadapi dalam menuju kesuksesannya. Aku sangat bangga punya ibu seperti Mami Clarisa. Dia sanggup menahan pahitnya hidup dan tetap tersenyum di depanku agar aku juga ikut tersenyum melihatnya. Rasa pahit itu ia sembunyikan demi melihatku bahagia.
“Galang, sampai kapan pun mami akan tetap jagain kamu, mami sayang banget sama kamu,” ucapnya dengan senyuman haru.
Mami juga pernah memberikan lampiran-lampiran kepada papiku. Lampiran itu berisikan hal-hal yang harus papi lakukan ketika mengurusku di saat mami pergi bekerja dalam waktu lama. Mami menuliskan itu untuk memudahkan siapa pun yang mengurusku saat ia tidak disisiku. Ada hal menarik di dalam tulisan itu, mami menyarankan papi untuk memakai pakaian yang pernah dipakainya saat memelukku pertama kali.
“Jadi dia (mami) menyuruhku untuk mengenakan daster yang dia pakai waktu pertama kali memeluk Galang,” ucap papi di salah satu acara yang mengundang mereka berdua.
“Iya, jadi tuh aku bilang dasternya jangan dicuci, biar aja di lemari, Galang suka baunya,” sambung mami di saat yang sama.
Sama dengan mami, papi juga merupakan orang yang kuat. Papi selalu sabar dan tetap tegar menghadapi ujian-ujian yang diberikan Tuhan kepadanya. Semua ujian berat yang mami alami tak lepas dari dukungan dan kasih sayang papi kepada mami. Papi selalu mendukung mami untuk tetap kuat dan tetap menjadi orang baik walau apapun yang terjadi. Di saat semua orang menjauhi mami, papi lah yang selalu mendampingi mami, memberikan motivasi untuk tetap sabar dengan keadaan yang mereka hadapi. Mereka tidak pernah berpikir untuk membenci orang-orang yang menghujatnya. Mereka hanya tersenyum, bahkan tidak memperdulikan omongan orang lain yang menyakiti hati.
Aku lahir di keluarga yang benar-benar menganggapku sebagai anugerah terindah yang diberikan Tuhan.
“Saat Galang lahir, hidup kami berubah sepenuhnya, aku berubah, dia (papi) berubah, rezeki berubah, Galang memang anak berkah yang dilahirkan buat kami,” ucap mami di radio.
“Galang merupakan segalanya buat kami,” ucap papi menegaskan kembali.
Aku sangat bangga memiliki orang tua seperti mami dan papi. Walau tidak banyak waktu yang mereka luangkan untuk bersamaku, setidaknya dengan kehadiran mereka dapat membuat aku tersenyum ceria. Mungkin mami dan papi juga mengharapkan senyum itu dariku.
“Galang kan masih kecil, dia gak ngerti apa-apa, jadi dia harus disayang, harus dicintai karena aku pun tumbuh tanpa kasih sayang orang tua,” ucap mami di salah satu siaran radio, seolah mengisyaratkan bahwa semua orang yang merawatku harus menyayangiku sebagaimana mami menyayangiku.
Apa pun yang dilakukan papi dan mami adalah demi kebaikanku. Apa pun yang dilakukan mami di masa lalu adalah yang terbaik untuk aku. Perjuangan papi dan mami di masa lalu sangat keras, semua itu hanya demi aku anaknya.
“Bahkan saat dia (mami) jauh dari Galang, dia tetap maksain untuk memompa ASI nya demi Galang, semua itu untuk Galang, dia berjuang dan bertahan untuk kamu Galang,” kata papi.
Aku sekarang berusia 2 tahun, hari-hariku sangat bahagia. Bermain dan bercanda bersama kedua orang tuaku adalah anugerah terindah yang baru aku rasakan. Di usiaku ini, aku sangat butuh kasih sayang dari kedua orang tua. Mereka juga sangat butuh aku, melihatku tertawa adalah obat letih mereka setelah satu harian bekerja. Mami dan papi mengajariku berdiri, berjalan, dan berbicara. Aku sangat menikmati prosesnya, walaupun saat berdiri aku masih sering terjatuh, saat berjalan masih tergopoh-gopoh dan saat berbicara masih terbatah-batah. Namun mami dan papi tidak pernah letih memberikan dukungan kepadaku. Senyuman kebahagiaan juga tampak dari wajah mereka saat melihat perkembanganku.
“Semangat Galang, kamu pasti bisa, papi disini, ayo kejar papi,” seru papi saat dia melepasku untuk berjalan.
“Galang, nanti kalau kamu sudah bisa berjalan, mami akan belikan mainan baru untuk kamu, kamu mau apa saja mami berikan untukmu nak,” ucap mami memberiku semangat.
Papi juga memberikan pesan kepadaku, “Nak, orang baik punya masa lalu, orang jahat punya masa depan, hidup itu tidak bisa berdasarkan apa yang selama ini kita pikirkan,” pesan papi.
“Tapi nak, kalau sesuatu terjadi dengan kamu ke depan, mungkin papi gak bisa ada disitu. Tapi percayalah, papi akan menemani kamu berjalan walau pun papi sudah tidak ada lagi di dunia ini,” sambungnya.
Aku terus berusaha agar bisa berjalan, semangat dan kasih sayang yang diberikan orang tuaku sangat berarti bagiku. Aku ingin terus bersama mereka, menikmati masa kecilku sampai aku mengerti apa arti kehidupan.
Namun, rasanya aku tidak seberuntung itu.
Sebulan yang lalu, studio tempat mami bekerja mengalami kebakaran besar. Saat kebakaran terjadi, mami sempat menghubungi papi lewat telepon.
“Pi…Pi…Tolong!!!” Teriak mami begitu ketakutan.
“Mami kenapa? Coba tenang dulu”
“Keba…ka…ran…” telepon mati saat itu juga.
“Mi…Mi…Mami.”
Tanpa pikir panjang papi langsung menuju studio mami. Papi melihat begitu dahsyat api melahap studio tempat mami bekerja itu. Papi berusaha masuk ke studio untuk menyelamatkan mami. Tapi orang-orang berusaha mencegah papi untuk melakukan hal itu.
“Pak Ferri… jangan masuk!” Kata satpam sambil menarik tangan Papi.
“Awas kau! Clarisa dalam bahaya,” ucap papi berusaha melepaskan tangannya dari tarikan satpam itu.
Usaha satpam untuk menahan papi tidak berguna, papi lolos dan masuk ke lokasi di mana mami terjebak. Asap yang begitu tebal membuat pandangan papi terganggu. Sampai akhirnya papi menemukan mami yang pingsan. Papi memeluk mami dan berusaha membawa mami keluar dari tempat itu. Tapi usaha itu juga tidak bisa menyelamatkan mami. Justru papi juga pingsan karena terlalu banyak menghirup asap dan kemudian mereka terlahap oleh panasnya api.
Mami dan papi dinyatakan meninggal dunia saat kejadian itu. Kabar duka ini sontak membuat keluarga mami dan papi histeris. Rekan-rekan mami dan papi tidak ada yang percaya dengan kabar ini.
~~~~
Mungkin Tuhan mempunyai rencana lain untukku dan keluargaku. Kasih sayang yang diberikan mami dan papi di dunia ini hanya sebentar. Seharusnya di usia seperti ini aku masih sangat membutuhkan kasih sayang yang lebih dari kedua orang tuaku. Namun hal itu mustahil aku dapatkan, kedua orang tuaku kini sudah pergi untuk selama-lamanya. Aku sangat merindukan mereka.
“Mami dan papi kemana? Ayo bermain denganku.”
“Aku sudah bisa berlari, ayo kejar aku Mi…Pi…”
“Waktu itu kalian mengajari aku berjalan, tapi saat aku sudah bisa berjalan kenapa kalian tidak ada disini?”
“Aku ingin bermain dengan kalian, kalian kemana aja?”
“Aku sudah bisa berjalan, aku sudah bisa berlari, aku sudah bisa berbicara, kalian pasti senang melihat perkembanganku, ayo main sama aku, kita main ke pantai lagi yuk Mi…Pi… “
“Katanya mami mau jagain aku sampai kapan pun kan? Mami ingat kan pernah bilang itu? Tapi kenapa mami tidak ada di samping aku? Harusnya mami disini buat jagain aku”
“Katanya papi mau temenin aku berjalan kan? Papi ingat kan? Tapi kenapa papi tidak ada di sini? Sekarang aku sudah bisa berjalan, ayo papi harus temenin aku.”
“Aku ingin bermain lagi sama kalian, aku rindu senyuman kalian saat melihat tingkahku,”
“Aku rindu pelukan kalian disaat aku menangis,”
“Aku rindu ketika kalian mengelus rambutku di saat aku tertidur pulas,”
“Aku rindu kata-kata sayang kalian kepadaku di saat aku tertidur di pelukan kalian,”
“Bisakah kalian kembali ke pelukanku? Aku ingin bertemu kalian, Mi… Pi…”
“Aku sayang kalian, aku bangga punya kalian”
Aku harus melewati hari-hariku tanpa kasih sayang dari kedua orang tua. Ini mungkin sangat berat. Tapi aku yakin, Tuhan telah merencanakan ini semua demi kebaikanku, mami, dan papi. Tuhan lebih sayang dengan kedua orang tuaku. Mami dan papi adalah orang baik, aku harus tumbuh menjadi anak yang baik juga. Mungkin Tuhan ingin membentuk pribadiku seperti kedua orang tuaku juga. Menjadi orang kuat seperti mami, dan menjadi orang yang sabar seperti papi.
“Semoga tenang disana Mi…Pi…rasa cintaku abadi untuk kalian”