Oleh : Yael Stefani Sinaga
Jakarta, wacana.org – Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Shaleh Al Gifari mengatakan sampai saat ini akses bantuan hukum kepada empat tersangka kasus vandalisme di Tanggerang dipersulit oleh pihak kepolisian. Hal ini disampaikan pada Konferensi Pers Tim Advokasi untuk Demokrasi di Jakarta, Rabu (20/5).
Shaleh mengatakan terhitung empat puluh hari sejak penahanan empat orang yang ditangkap karena melakukan aksi vandalisme, kuasa hukum baru bisa menemui tersangka untuk memberikan akses bantuan hukum pada hari ke dua puluh lima.
Shaleh menambahkan banyak kejanggalan serta pelanggaran hak asasi tersangka yang dilakukan pihak kepolisian terhadap kasus penangkapan ini. Dimana dua hari sejak penangkapan, empat tersangka dipindahkan dari Polisi Resor (Polres) Tanggerang ke Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) tanpa memberitahu kuasa hukum dan pihak keluarga.
Tak hanya itu pihak kepolisian memberikan surat penangkapan kepada pihak keluarga tersangka setelah empat hari penangkapan. Pun pihak keluarga tidak bisa langsung menemui tersangka dikarenakan untuk menghindari penyebaran virus Covid-19 serta belum selesainya pemeriksaan terhadap tersangka.
Shaleh juga menjelaskan dua dari tersangka yakni Rio dan Riski mendapatkan intimidasi untuk memakai kuasa hukum yang ditunjuk oleh pihak kepolisian. Pihak kepolisian pun melarang Rio dan Riski untuk mencabut hak kuasa dan menggantinya dengan kuasa hukum yang lain.
“Tentu ini sudah melanggar banyak pasal. Yakni pasal 54, 56, 57, 59, 60 dan 61 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang hak tersangka baik dalam bantuan hukum, kesehatan dan bantuan sosial lainnya,” ucap Shaleh.
Shaleh berharap pihak kepolisian untuk adil dan kembali meninjau semua tindakan penghalangan yang dilakukan. Shaleh dan tim kuasa advokasi untuk demokrasi akan terus mengawal kasus ini sampai selesai. “Kami juga berterimakasih kepada seluruh teman-teman yang sudah mendukung. Kami berharap solidaritas akan terus ada untuk mengawal kasus ini,” tuturnya.
Menanggapi hal ini anggota Komisi Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS) Andy Muhammad Rezaldy mengatakan instansi kepolisian seharusnya terbuka dan jangan memancing kecurigaan publik dengan menghalangi tim advokasi untuk mendampingi kasus ini. Andy berharap lembaga pengawas negara seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Obdusman harus aktif mengawasi kinerja instansi kepolisian. “Termasuk penghalangan akses bantuan hukum kepada tersangka dalam kasus ini,” tutupnya.