Oleh: Muhammad Husein Heikal
[i]
aku membawakanmu usia, Ibu
tersenyumlah mata kelabu
kueja setiap tanda
ruang-ruang lampau
langit menyala biru
lalang senantiasa nyanyi masa lalu
[ii]
bunga apa yang ingin kau tanam
hari ini, Ibu?
ambrosia paling abadi
atau seperti dulu: lily-lily ungu
tak usah mendawai tangis Ibu
biarlah kesah menuai resah
[iii]
tersenyumlah, Ibu
tersenyumlah bibir pucatmu
biarkan mimpi-mimpi basah
biarlah masa depanku mengelu
asal kerutmu memudar, Ibu
dan segala purba menjadi baru
[iv]
berlindunglah, Ibu
bersembunyilah dari maut
aku tak kan restu
bila sebab itu berlaku
kematian itu perih, Ibu
kematian itu perih
kemarilah Ibu
aku pesunyi dibakar deru
[v]
akan tetapi, kata terakhir ngiang, Ibu:
usia mana yang paling kekal, anakku?
Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, jurusan Ekonomi Pembangunan USU 2015. Pernah menulis puisi, cerpen, dan esai untuk Horison, The Jakarta Post, Kompas, Utusan Malaysia, Media Indonesia, Kedaulatan Rakyat, Republika, dan Investor Daily.