BOPM Wacana

Sorbatua Siallagan Ceritakan tentang Pencurian Hak Hutan Adat di Sumut

Dark Mode | Moda Gelap
Sorbatua Siallagan, saat menceritakan pengalamannya dalam Lokakarya "Kebijakan Petani dan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Berkeadilan" yang digelar oleh Bakumsu di Hotel Grand Antares, Jumat (29/8/2025). | Syaufah Sabila 
Sorbatua Siallagan, saat menceritakan pengalamannya dalam Lokakarya “Kebijakan Petani dan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Berkeadilan” yang digelar oleh Bakumsu di Hotel Grand Antares, Jumat (29/8/2025). | Syaufah Sabila

Oleh: Winny Stefanie 

Medan, wacana.org – Lokakarya yang digelar oleh Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) menghadirkan tujuh informan kunci dari tokoh masyarakat adat yang terdampak konflik agraria di Sumatra Utara (Sumut). Acara yang diisi sesi diskusi bersama kelompok tani dan masyarakat adat ini berlangsung di Hotel Grand Antares Medan, Jumat (29/8/2025).

Salah satu tokoh dari Kelompok Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan, menceritakan pengalamannya saat hutan adat yang merupakan warisan nenek moyang mereka ditebang tanpa konfirmasi.

“Tiba-tiba suatu perusahaan menebang pohon yang ditanam nenek moyang kami dan mengatakan itu sudah menjadi milik negara. Polisi juga berkeliaran di lahan kami dan meminta bukti kepemilikan hutan itu,” ungkapnya.

Pada tahun 2024, akibat tuntutan yang dilayangkan Sorbatua terkait kepemilikan hutan tersebut, ia menerima perlakuan buruk dari polisi daerah setempat. Hal itu terus berlanjut hingga akhirnya ia ditangkap dan dipenjara selama 2 tahun 6 bulan, serta dikenai denda sebesar Rp1 miliar. Meskipun akhirnya tuntutan tersebut dapat dibantah dan dimenangkan oleh pihak Sorbatua.

Selain Sorbatua, beberapa tokoh kelompok tani dan masyarakat yang hadir, di antaranya ialah Bengkel Sinuhaji, Rimson Parhusip, Rainim Purba, Mangitua Ambarita, Rumenti Pasaribu, dan Jonris Simanjuntak.

Membahas tentang konflik agraria di Sumut, Akademisi Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen, Dayat Limbong, berpendapat bahwa sering kali penetapan aturan tidak sejalan dengan yang diterapkan.

“Kementerian sering menyampaikan peraturan, tapi tidak ada sinkronisasi. Kebanyakan kasus tentang kepemilikan tanah juga hanya ditandatangani oleh menteri tanpa sepengetahuan masyarakat setempat. Banyak aturan yang dipelesetkan oleh pemerintah,” ujarnya.

 

Komentar Facebook Anda

Redaksi

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan pers mahasiswa yang berdiri di luar kampus dan dikelola secara mandiri oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU).

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4

AYO DUKUNG BOPM WACANA!

 

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan media yang dikelola secara mandiri oleh mahasiswa USU.
Mari dukung independensi Pers Mahasiswa dengan berdonasi melalui cara pindai/tekan kode QR di atas!

*Mulai dengan minimal Rp10 ribu, Kamu telah berkontribusi pada gerakan kemandirian Pers Mahasiswa.

*Sekilas tentang BOPM Wacana dapat Kamu lihat pada laman "Tentang Kami" di situs ini.

*Seluruh donasi akan dimanfaatkan guna menunjang kerja-kerja jurnalisme publik BOPM Wacana.

#PersMahasiswaBukanHumasKampus