
Oleh: Mhd Syam Busthami
Medan, wacana.org – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara (Sumut) menggelar diskusi publik bertajuk “Bencana atau Pelanggaran HAM”. Kegiatan ini berlangsung di Sekretariat KontraS Sumut, Selasa (23/12/2025).
Staf KontraS Sumut, Ady Kemit, menjelaskan bahwa kuatnya relasi antara penguasa dan pengusaha, dilegitimasi melalui berbagai produk legislasi, seperti Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang Cipta Kerja. “Regulasi ini memberi ruang luas bagi korporasi untuk beroperasi, termasuk di wilayah rawan bencana, tanpa memperhatikan keselamatan dan hak-hak masyarakat terdampak,” ungkapnya.
Ady juga menyampaikan diskusi ini membahas keterkaitan antara konflik agraria, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, dan kekerasan struktural yang berdampak pada pelanggaran HAM di Sumut. Kegiatan ini bertujuan untuk menilai tanggung jawab negara atas bencana ekologis akibat banjir besar di Sumatra, serta menyusun tindak lanjut dalam membantu korban yang belum memperoleh haknya.
“Pembiaran juga terjadi di tingkat daerah, provinsi hingga desa. Pemerintah kerap mengabaikan pelanggaran lingkungan demi kepentingan ekonomi dan pendapatan daerah. Akibatnya upaya mitigasi dan rehabilitasi di wilayah rawan bencana tidak menjadi prioritas,” tambah Ady.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil turut terlibat dalam diskusi ini, di antaranya Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu), Kelompok Tani Padang Halaban dan sekitarnya (KTPH-S), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sumut, BITRA Indonesia, Komite Solidaritas Sumut, Aksi Kamisan Medan, serta mahasiswa dan lainnya.
Salah satu peserta diskusi, Ebil, menyampaikan bahwa forum diskusi seperti ini memiliki peran penting dalam menjaga logika kritis dan merawat asa perjuangan masyarakat. “Diskusi ini memang bukan solusi instan untuk mengubah kebijakan, tetapi menjadi proses penting untuk memperkuat ikatan, solidaritas, dan konsolidasi dalam gerakan masyarakat,” ujarnya.



