Oleh: Aulia Adam
Ibu itu petakilan… Tatonya banyak
Rambutnya kusut masai, dua suami sudah dicampakkannya
Linting-linting rokok dikantonginya kemana pun kakinya melangkah
Dulu dia juga tak selesai sekolah
Ada yang bilang karena orangtuanya miskin, ada yang bilang karena tingkah lakunya buat ubun-ubun guru terbakar
Yang mana pun cerita yang benar, si ibu tetaplah si ibu, dia tak pernah punya ijazah SMA
Tapi nasib baik memang tak pernah bisa tertebak. Dia bisa hampiri siapa saja.
Si ibu kaya raya. Dia memang senang jadi aktivis. Jaringan buat dia kaya dan bangun perusahaan.
Kerja kerasnya selalu berbuah hasil
Dasar ia memang petakilan
Sibuk sana-sini, cari duit tapi tak lupa kawan-kawan miskin
Nelayan diperhatikannya. Kesejahteraan mereka jadi salah satu prioritas hidupnya
Sebelum Pak Presiden panggil si ibu petakilan, hidupnya tenang
Tapi setelah jabat posisi menteri, mulut-mulut nyinyir usik ketenangan hidupnya
Bukan tak pernah jumpa mulut nyinyir, tapi yang kali ini datang berkali-kali lipat banyaknya
Oh, Bapak Presidenku!! Kenapa rakyat-rakyatmu dikutuk Tuhan dengan mulut-mulut nyinyir!
Ah ya, supaya kita semua tak semena-mena dalam berpikir dan berbuat
Tuhan pasti punya maksud baik. Tapi manusia selalu mengubahnya jadi niat celaka.
Kadang, yang dinyinyiri bukan hal penting untuk dinyinyiri
Fokus saja nyinyiri kinerja ibu petakilan, bukan pilihan-pilihan hidupnya yang substansial
Ah sudahlah. Tak semua orang mau mendengar. Tapi semua orang bisa mengerti.