
Oleh: *Muhammad Reza Rivani
USU, wacana.org – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Sumatera Utara (USU) mengadakan kegiatan bedah buku berjudul “Kekerasan Budaya Pasca 1965” karya Wijaya Herlambang. Kegiatan ini berlangsung di Sekretariat DPK GMNI FH USU, Jumat (24/10/2025).
Kegiatan dipandu oleh Shinta Phrameswari, selaku moderator dengan menghadirkan anggota GMNI FH USU sebagai pemateri, yaitu Chris Vinisius dan Excel Rismansyah. Keduanya membahas isi buku yang menguraikan kekerasan budaya dan ideologi anti-komunisme pascaperistiwa 1965 di Indonesia.
Salah satu pemateri, Chris Vinisius, menjelaskan bahwa isi buku menyoroti peran lembaga kebudayaan dan dukungan asing, dalam membentuk narasi anti-komunis hingga kini. “Orde Baru menormalisasi kekerasan terhadap kaum komunis dan simpatisan komunis melalui budaya, yang disebut dengan kekerasan budaya,” ujarnya.
Buku tersebut juga mengupas lapisan kekerasan yang bersifat struktural dan kultural, seperti yang dirumuskan oleh Johan Galtung. “Buku ini tidak hanya berbicara soal sejarah, tapi juga bagaimana kekerasan simbolik masih terasa dalam kebudayaan kita hari ini,” imbuhnya.
Salah satu peserta, Hugo Christian, merasa senang mendapat berbagai pengetahuan baru melalui kegiatan ini. “Saya menjadi tau rezim Orde Baru menggunakan kebudayaan sebagai alat legitimasi kekuasaan, melalui kontrol terhadap produksi pengetahuan seni,” ucapnya.
Ia pun berpendapat, penulisan sejarah yang sepihak juga dapat menjadi bentuk kekerasan budaya. “Penulisan sejarah yang sepihak sama bahayanya dengan kekerasan fisik karena menghapus ingatan, menyamarkan kebenaran, dan menutup ruang empati terhadap korban,” pungkas Hugo.
*Reporter adalah anggota magang BOPM Wacana 2025.



