Oleh: Muhammad Rifqy Ramadhan Lubis
Jakarta, wacana.org – Tenaga Ahli Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Hendrayana, mengatakan saat ini pers mahasiswa telah memiliki rujukan penyelesaian ketika terjadi sengketa pemberitaan dengan kampus. Hal itu diutarakannya usai penyerahan rekomendasi oleh aktivis pers mahasiswa, pada diskusi publik yang digelar Persma Bersuara Bersama (PBB) di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Kamis (19/12/2024)
Pada tanggal 18 Maret yang lalu, Dewan Pers dan Kementerian Pendidikan Tinggi telah menandatangani sebuah perjanjian kerja sama yang dipimpin oleh Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Arif Zulkifli, sebagai pihak pertama, dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Sri Suning Kusumawardani, sebagai pihak kedua.
Dalam perjanjian itu setidaknya memuat dua poin penting, yaitu perlindungan dan peningkatan kapasitas pers mahasiswa. “Kami melakukan terobosan hukum. Jangan khawatir,” kata Hendrayan.
Dalam dua poin itu–perlindungan dan peningkatan kapasitas, Hendrayana memastikan Dewan Pers akan mendukung pers mahasiswa.
Dewan Pers juga mengimbau seluruh perguruan tinggi untuk patuh terhadap perjanjian tersebut, yang berfokus pada penguatan dan perlindungan aktivitas jurnalistik mahasiswa. Dengan adanya aturan ini, diharapkan pers mahasiswa dapat beroperasi dengan lebih leluasa, tanpa rasa takut akan ancaman pembredelan atau intimidasi.
Arif Zulkifli mengungkapkan bahwa perjanjian ini menjadi langkah awal untuk melindungi pers mahasiswa yang sering kali menjadi sasaran intimidasi. Ia berharap ke depan, tidak ada lagi pers mahasiswa yang mengalami intimidasi ataupun pembredelan akibat hasil publikasi jurnalistik mereka.
“Andaikan ada kasus, kami berharap kampus dapat menghormati kesepakatan kerja sama ini. Pembredelan tidak dibenarkan,” tegasnya dalam diskusi mengenai Perlindungan terhadap Pers Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada Sabtu, 27 April 2024, seperti yang dilansir oleh Tempo.
Selain itu, Direktur PT Tempo Inti Media ini berharap agar kedua poin dalam perjanjian tersebut dapat diimplementasikan secara bersamaan, sehingga potensi sengketa jurnalistik yang merugikan pers mahasiswa dapat diminimalisasi. “Pers mahasiswa harus terus meningkatkan kapasitas, pengetahuan etika, dan teknologi liputan mereka, agar tidak ada celah bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil liputan,” pungkas Arif.