Oleh: Widiya Hastuti
BOPM WACANA – Wartawan harus menguasai kaidah bahasa Indonesia sehingga dapat menyajikan berita yang mudah dimengerti pembaca dari berbagai kalangan. Demikian disampaikan Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar Tas’an dalam Pelatihan Jurnalistik Bahasa Menarik Minat Baca, Rabu (22/11).
Djauhar mengatakan bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa. Wartawan harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena masyarakat dapat turut belajar lewat media.
Menurutnya, banyak wartawan menganggap ada perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa jurnalistik. Sehingga terdapat penggunaan bahasa pasar yang aneh untuk menarik minat pembaca. Misalnya penulisan judul yang bermakna beda dengan isi berita agar menjual.
“Media harus berpedoman pada EBI (ejaan bahasa Indonesia—red). Gramatika bahasa juga harus ditaati,” ujarnya.
Menaggapi hal ini, Maraun, Wartawan Sumut Pos mengatakan saat ini media harus mellihat selera pasar. Jika media hanya perpedoman pada EBI, target pasar dan pengiklan kadang tidak mengerti. “Seperti media saya yang pasarnya lokal, jadi berita di media saya dicampur dengan bahasa lokal,” ujarnya.
Djauhar mengatakan pada media lokal hal tersebut tidak masalah. Asalkan tidak terlalu jauh melenceng dari bahasa Indonesia. Misalnya penggunaan bahasa daerah pada judul ‘Jokowi Ngunduh Mantu’. Namun, alangkah baiknya media lokal menggunakan kata baku agar pembaca yang bukan berasal dari daerah tersebut juga paham. “Jadi tidak terbatas pembacanya,” pungkasnya.