Oleh: Yulien Lovenny Ester G
Panglima besar itu membawa samurai ditangannya
Matanya merah berkobar amarah
Gigi geliginya mengeletuk
Seuntai senyum sinis terlukis dibibirnya
Ia murka
Permaisuri meringkuk di bawah pahatan meja tua
Berlindung dari kobaran marah panglima
Dielusnya kandungan dalam rahimnya
Dengan tangan biru gemetar
Dia bukan darah dagingku ucap panglima lantang
Terkutuklah ia jahanam
Sorotnya tajam pada perut besar itu
Ditebasnya samurai ketengah pahatan meja tua
Panglima bertemu permaisuri
Di singgasana jari mereka tertaut
Sebongkah ruby biru sebagai tanda
Mata berbinar penuh sayang
Panglima pergi berperang
Permaisuri meringkuk dalam kesepian
Pilu hatinya dengar kabar duka
Panglima kalah berperang, mati dalam keabadian
Permaisuri sembuh dari luka
Pangeran datang tuk sembuhkan
Jari mereka bertaut
Bulir kasih merekah diantara keduanya
Kebahagian menyelimuti
Permaisuri mengandung si buah hati
Si jabang bayi mulai dielu-elukan
Tawa riang terdengar dari keduanya
Keceriaan tak berlangsung lama
Kabar tak enak itu kembali menyerbu
Dia yang mati bangkit lagi
Bukan drama tapi realita
Amarah kebencian melawan tulusnya kasih sayang
Tebasan samurai memenggal napas permainsuri
Si jabang bayi mati tak mampu bertahan
Permaisuri mati dalam keabadiaan