
Oleh: Firda Elisa
Medan, wacana.org — Aliansi Rakyat Perjuangan Reforma Agraria (APARA) Sumatera Utara (Sumut) telah mengadakan konferensi pers dengan topik “Sumut Darurat Agraria: Negara Jangan Menjadi Alat Korporasi Merampas Tanah Rakyat”. Pelaksanaan dilakukan di kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Sumut, Senin (30/6/2025).
Staf Advokasi dan Kampanye WALHI Sumut, Maulana Gultom, menjelaskan bahwa salah satu akar penyebab konflik agraria adalah kebijakan pembangunan yang menempatkan tanah sebagai komoditas ekonomi Sumatra. “Kebijakan yang diterbitkan pemerintah masih menyasar sumber-sumber kehidupan masyarakat. Seperti kita ketahui, saat ini banyak perusahaan yang menggunakan tanah milik masyarakat untuk mengeruk sumber daya alamnya,” ujar Maulana.
Berdasarkan catatan akhir tahun yang dirilis oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sumut, Sumut menjadi salah satu penyumbang konflik agraria tertinggi di Indonesia, sepanjang tahun 2024 hingga 2025. Disebutkan pula, setiap tahunnya terjadi letusan konflik agraria dengan ribuan keluarga yang terdampak.
Maulana juga menyampaikan, konflik agraria merupakan salah satu persoalan struktural yang sampai saat ini belum menemukan solusinya. Ia menyebutkan bahwa, tidak ada penyelesaian dari pemerintah maupun instansi terkait. “Negara seharusnya tunduk pada konstitusi dan Undang-Undang Pokok Agraria 1960 yang menjamin hak rakyat atas tanah dan sumber daya alam, bukan tunduk pada kekuatan modal,” tegasnya.
Konferensi pers ini juga menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Sugianto dari Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) dan Agus Sinaga sebagai perwakilan APARA Sumut. Selain itu, forum dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, seperti Aksi Kamisan Medan, Perempuan Hari Ini (PHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, hingga beberapa media lainnya.
Salah satu pembicara dari Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri, Sugianto, turut mendukung pernyataan Maulana melalui gagasannya. “Negara harus hadir di tengah-tengah rakyat, jangan justru menjadi alat untuk kepentingan-kepentingan korporasi, kepentingan tuan-tuan modal, untuk merampas tanah-tanah rakyat,” ucapnya.