Oleh: Yulia Pransiska
Hanya dua warna yang melekat
Pudar, hitam dan putih yang sudah berkeringat ia kenakan
Hanya dua warna yang tetap menemaninya
Yang tiap detiknya selalu gemetar tanda cemas
Bukan pertama kali
Sering, dan berharap inilah yang terakhir
“Kau lelaki, kau harus nafkahi istri”
Persetanan dengan budaya
Lontang-lantung
Pontang-panting
Banting-tulang
Karena kaulah tulang punggung!
Istri mengandung hingga anak menggunung
Uang mengutang karena tak ber-uang
Yang lalu pekerjaan yang tak menguntungkan baginya
Padahal semua pekerjaan banyak diburu
Detik jam semakin nyata ia rasakan
Terus dan terus ia gumamkan doa
Hanya bermodalkan hitam dan putih kusam
Lelaki itu masih menunggu namanya dipanggil