BOPM Wacana

Raya and The Last Dragon: Sajikan Kebudayaan Asia Tenggara

Dark Mode | Moda Gelap
Sumber Istimewa

 

Judul Raya and The Last Dragon
Sutradara Carlos Lopez Estrada dan Don Hall
Penulis Qui Nguyen dan Adele Lim
Pemain Kelly Marie Tran, Awkwafina, Gemma Chan, Daniel Dae Kim,

Sandra Oh, Benedict Wong, Izaac Wang, Thalia Tran,

Alan Tudtk, Lucille Soong, Patti Harrison, dan Ross Butler

Rilis 3 Maret 2021
Genre Animasi. Petualangan, dan Action
Durasi 107 menit
Tersedia di  Disney+ Hotstar

“Akhirnya komunitas Asia Tenggara punya seorang Disney Princess dan ia adalah seorang warrior-princess,” – Stanley Chandra

Film animasi dari Disney memang kualitasnya tidak diragukan lagi. Selain dari kualitas animasi yang jempolan, salah satu faktor lainnya yaitu karena Disney selalu membawa alur cerita yang beragam dengan memasukkan budaya-budaya negara lain di dalamnya. Sebut saja Coco yang menyajikan budaya Meksiko atau Luca yang kental akan budaya Italia.

Baca: Luca: Ajakan Lestarikan Keragaman Hayati

Lalu, ada Raya and The Last Dragon, film terbaru Disney yang mengeksplor budaya Asia Tenggara. Untuk perusahaan sekelas Disney yang memiliki pasar luas, membawakan kebudayaan Asia Tenggara tentu banyak keuntungan yang ditawarkan. Selain sebagai publikasi, melalui film ini juga dapat memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan yang diperlihatkan tersebut ke para penonton.



Dengan jumlah penonton yang tentunya fantastis, Raya and The Last Dragon bahkan mendapatkan keuntungan hingga 123 milliar USD dan sempat puncaki Box Office selama 3 pekan. Tidak hanya di bioskop, Disney juga menayangkannya di platform Disney+ Hotstar. Dengan perkiraan kuantitas jumlah penonton yang menakjubkan tersebut, bisa dibayangkan promosi sebesar apa yang bisa menjadi exposure dari kebudayaan Asia Tenggara yang dipamerkan dalam film tersebut.

Mari kita bedah, ada budaya Asia Tenggara apa saja yang dipamerkan di Raya and The Last Dragon?

Pertama, jika kita melihat daftar pengisi dan orang-orang yang bekerja di balik layar dari Raya and The Last Dragon, banyak tokoh-tokoh keturunan Asia yang terlibat di dalamnya. Ini salah satu komponen yang bisa diapresiasi. Bagaimana Disney menawarkan film dengan latar Asia dan diproduksi oleh orang-orang yang bisa dikatakan sebagai representasi dari budaya yang dibawa. Terutama, penulis film dari Raya and The Last Dragon yaitu Qui Nguyen dan Adele Lim yang masing-masing keturunan Vietnam dan Malaysia. 

Ternyata untuk representasi orang Indonesia juga ada loh! Yaitu Griselda Sastrawinata dan Luis Logam yang masing-masing berperan sebagai visual development dan story artist. Talenta-talenta anak bangsa rupanya juga berhasil dilirik dan tembus hingga perusahaan sekelas Disney. Sungguh suatu prestasi yang tidak main-main. 

Namun, meskipun banyak orang-orang Asia yang terlibat di balik produksi film dari Raya and The Last Dragon. Sangat disayangkan bahwa pengisi film ini didominasi oleh orang-orang non-Asia Tenggara sendiri, sebut saja nama-nama besar di Hollywood seperti Ross Butler, Benedict Wong, Awkwafina dan banyak lagi. 



Seharusnya Disney bisa memilih aktor-aktor yang asli atau keturunan negara Asia Tenggara. Sehingga, dialek yang digunakan dalam film juga khas dan mewakili dialek dari Asia Tenggara. Tentu jika menggunakan voice actors yang sesuai, penonton jadi bisa lebih menjiwai dan membayangkannya secara utuh sebagai “Asia Tenggara”.

Sumber Istimewa

Kompenen lain yang menonjol dari film ini yaitu premis cerita yang kental dengan mitos yang berkembang di Asia Tenggara, yaitu naga. Kisahnya berawal dari kehidupan negeri Kumandra yang aman dan tentram karena selalu dijaga oleh naga-naga yang menyeimbangkan kehidupan di Kumandra. Sayangnya, ketentraman itu hanya semu semata saat roh jahat, Druun muncul mengubah semua orang menjadi batu. Raya dengan tekadnya ingin mengembalikan ayahnya yang berubah menjadi batu dan menyatukan kembali Kumandra, caranya yaitu dengan mencari kepingan-kepingan roh naga.

Dimana kepingan-kepingan tersebut terbagi menjadi lima yang masing-masing dibawa dan dilindungi oleh klan-klan lain. Dengan penjagaan super ketat tersebut menjadi tantangan yang harus dilewati Raya dan teman-temannya. Tujuan dari penyatuan roh naga ini untuk menghancurkan Druun, karena Druun hanya takut pada roh naga dan air.

Di akhir cerita roh naga tersebut berhasil disatukan. Orang-orang yang sebelumnya berubah menjadi batu, kembali ke wujud aslinya sebagai manusia. Setelahnya muncul kembali naga-naga yang juga sebelumnya berubah menjadi batu. Dengan kembalinya naga-naga ini, Kumandra kembali bersatu dan hidup rukun satu sama lain. Tidak ada lagi klan-klan yang saling bermusuhan. 

Sumber Istimewa

Film Raya and The Last Dragon juga menampilkan detail-detail kecil budaya Asia Tenggara. Seperti makanan-makanan khas negara Asia Tenggara. Selain itu, ada senjata yang Raya gunakan yang menyerupai keris. Kostum-kostum yang digunakan tokoh juga merupakan baju khas dari negara-negara di Asia Tenggara. Di menit-menit awal film juga sempat diperlihatkan seseorang membatik, dimana mewakili kebudayaan Indonesia.

Klan-klan juga digambarkan sangat kental dengan sistem kerajaan yang ada di Asia Tenggara. Latar suasana dan tempatnya juga bisa dikatakan pas. Mulai dari pemandangan sawah, bangunan dinasti kerajaan, atribut yang digunakan tokoh, cara berkelahi, bahkan hingga ke cuaca yang ditampilkan selama dalam film mengikuti iklim wilayah Asia Tenggara yang tropis.

Untuk kamu yang tertarik dengan film-film animasi, Raya and The Last Dragon merupakan pilihan yang tepat! Melalui film ini juga mengartikan bahwa kita sebagai orang Asia Tenggara juga harus bisa merepresentasikan budaya tersebut, karena budaya kita yang sangatlah beragam dan patut untuk dilestarikan. 

Semoga semakin banyak lagi film animasi yang berlatar belakang Asia Tenggara. Raya and The Last Dragon barulah sebuah permulaan, sobat!

Komentar Facebook Anda

Chalista Putri Nadila

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Stambuk 2018. Saat ini Chalista menjabat sebagai Pemimpin Redaksi BOPM Wacana.

Pentingnya Mempersiapkan CV Bagi Mahasiswa | Podcast Wacana #Eps4

AYO DUKUNG BOPM WACANA!

 

Badan Otonom Pers Mahasiswa (BOPM) Wacana merupakan media yang dikelola secara mandiri oleh mahasiswa USU.
Mari dukung independensi Pers Mahasiswa dengan berdonasi melalui cara pindai/tekan kode QR di atas!

*Mulai dengan minimal Rp10 ribu, Kamu telah berkontribusi pada gerakan kemandirian Pers Mahasiswa.

*Sekilas tentang BOPM Wacana dapat Kamu lihat pada laman "Tentang Kami" di situs ini.

*Seluruh donasi akan dimanfaatkan guna menunjang kerja-kerja jurnalisme publik BOPM Wacana.

#PersMahasiswaBukanHumasKampus